Jumat 13 Sep 2019 22:05 WIB

Menteri LHK Siap Adu Data dengan Malaysia Soal Karhutla

Menteri siap beradu data bahkan siap beradu metode untuk menunjukkan secara objektif.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Esthi Maharani
Suasana kawasan Gombak yang diselimuti kabut asap kebakaran hutan dan lahan di pinggiran ibu kota Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (10/9/2019).
Foto: Antara/Rafiuddin Abdul Rahman
Suasana kawasan Gombak yang diselimuti kabut asap kebakaran hutan dan lahan di pinggiran ibu kota Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (10/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya meminta Malaysia bersikap objektif terkait asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang menyelimuti beberapa wilayahnya disebut berasal dari Indonesia. Ia siap beradu data bahkan ia juga siap beradu metode untuk menunjukkan secara objektif.

"Oh mau banget, saya justru bukan hanya datanya tapi metodenya ayo. Kalau perlu stasiunnya dilihat bareng-bareng, adu saja," ujar Siti usai konferensi pers di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (13/9).

Ia merespon pernyataan Menteri Lingkungan Hidup Malaysia Yeo Bee Yin yang menyebut terjadi trans boundary haze atau asap lintas negara dari Indonesia ke Malaysia. Siti mengatakan, tak ada asap lintas negara pada 3-7 September.

"Jadi yang saya respon kemarin adalah peristiwa yang tanggal 3 sampai dengan tanggal 7 ya, ini mesti harus dibedain, jadi harus ada objektivitas," kata dia.

Kepala BMKG Dwikorita membenarkan tak terjadi asap lintas negara pada 3-7 September. Meskipun metode pemantauannya dari segi ketinggian tidak sama, tetapi hasilnya jika disandingkan dengan Pusat Meteorologi Khusus Asean di Singapura sama.

"Hasil analisis BMKG dan hasil analisis Singapura, pada tanggal-tanggal itu tidak ada asap dari Sumatera ke Semenanjung Malaysia, tidak ada, hasilnya sama," tutur Dwi.

Ia mengatakan, metode yang digunakan di Singapura yang dipakai acuan Menteri LHK Malaysia berbeda dengan metode yang digunakan BMKG. BMKG memantau pergerakan asap itu setiap jam sedangkan Pusat Meteorologi Khusus ASEAN menampilkan data satu kali 24 jam.

Dwi mengakui memang asap lintas negara terjadi pada 5 September pukul 15.00 dan 16.00 dari Kalimantan Barat ke Serawak Malaysia. Dengan demikian, asap lintas negara hanya terjadi pada jam tersebut, tidak terjadi satu hari penuh.

"Hasil Singapura karena metode nya satu kali update dalam 24 jam mereka mengatakan terjadi, sehingga interpretasinya terjadi 24 jam, padahal kalau lebih detail itu kurang lebih selama 1-2 jam," jelas dia.

Namun, ia mengakui, pada Jumat (13/9) pagi ini sekitar pukul 08.00 asap mulai masuk ke Semenanjung Malaysia. BMKG akan terus memantau karena perubahan asap sangat cepat.

"Kalau memang masuk kami akan mengatakan itu memang mulai masuk, dan itulah sebabnya kenapa upaya yang dilakukan pemerintah sangat intensif untuk mencegah lebih lanjut," ucapnya.

Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad akan menulis surat kepada Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) agar memperhatikan soal kabut asap lintas-batas. Hal itu disampaikan Menteri Lingkungan Hidup Malaysia Yeo Bee Yin pada Kamis (12/9).

“Saya telah membahas hal ini dengan perdana menteri (Mahathir) dan dia telah setuju untuk menulis surat kepada Presiden Jokowi untuk menarik perhatiannya terhadap masalah kabut  asap lintas-batas,” ujar Yeo.

Menurut dia, kantor perdana menteri Malaysia tengah mempersiapkan surat tersebut. Jika telah rampung, surat akan segera dikirim. Yeo pun sempat menanggapi pernyataan Siti Nurbaya yang menyebut bahwa kabut asap bisa berasal dari kebakaran hutan di wilayah Malaysia.

Yeo mengklaim, berdasarkan data yang diambil dari Pusat Meteorologi Khusus ASEAN, hanya terdapat lima titik panas di wilayah Malaysia. Sementara di Indonesia terdapat lebih dari 1.500 titik panas yang tersebar di Sumatra dan Kalimantan.

“Data jelas menunjukkan bahwa kabut (asap) berasal dari Indonesia,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement