Kamis 12 Sep 2019 20:16 WIB

'Intelektual Milenial Harus Perkuat Jati Diri'

Para pemimpin harus rajin membangkitkan kebanggaan nasional.

Generasi milenial.
Foto: pexels
Generasi milenial.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Paham radikalisme saat ini telah masuk ke dalam berbagai ruang-ruang intelektual baik melalui kampus maupun aktivitas akademis lainnya. Karena ada kekhawatiran besar bahwa radikalisme ini telah menjadi wabah di kalangan intelektual milenial.

Mimbar-mimbar akademis dan intelektual dijadikan tunggangan untuk masuknya paham radikal yang dimulai dengan sebaran paham intoleransi dan takfiri. Narasi ini memuncak dengan hadirnya secara terang-terangan politik identitas di ruang publik selama beberapa tahun terakhir yang banyak menyasar intelektual milenial.

Instruktur Pendidikan Kader Penggerak Nahdatul Ulama (PKPNU) Nasional, Adnan Anwar, mengatakan bahwa untuk melawan paham radikalisme ini kaum intelektual milenial harus bisa membentengi dirinya dengan memperkuat jati diri keindonesiaannya. Sehingga ada kebanggaan nasional terhadap terhadap negara dan bangsa ini.

“Kita harus berkaca pada sejarah negara kita yang plural ini yang telah didirikan oleh para pendahulu kita ini  dengan keadaan beragam. Bahkan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia sudah terbukti menjadi menjadi common ideology yang sampai saat ini bisa menyatukan bangsa kita yang bergaam ini, baik beragam suku  beragam wilayah, beragama etnis, dan agama,” ujar Adnan, Rabu (11/9).

Bahkan Pancasila ini menurutnya juga sudah menjadi kajian di seluruh dunia baik di Amerika, Eropa dan bahkan di negara-negara Arab yang menyatakan bahwa Pancasila ini bisa menjadi ideologi alternatif dunia. Karena salah satu kekuatan Indonesia itu ada di Pancasila ini. Dan kebanggaan terhadap nasionalisme bangsa ini harus dimunculkan kepada para generasi intektual milenial.

“Para pemimpin negara, pemimpin ormas ataupun pemimpin perguruan tinggi harus rajin membangkitkan kebanggaan nasional kepada jajaran di bawahnya bahwa kita (Indonesia) ini jauh lebih baik dibandingkan dengan negara yang lain. Itulah salah satu cara untuk menghindari intoleransi dan takfiri,” ujar Tokoh Muda NU ini.

Lebih lanjut Adnan menjelaskan, agar intelektual milenial tidak mudah terinfiltrasi paham radikalisme mereka harus mengikuti berbagai macam kegiatan yang positif dan sifatnya membangun karakter atau personal building.

“Kalau mereka tidak punya banyak aktivitas atau menyendiri, bukan tidak mungkin mereka akan mudah terpengaruh propaganda dari orang yang mengajarkan ide-ide tentang intoleransi itu. Jadi perlu diperbanyak media untuk beraktivitas atau berekspresi di ingkungan kampus itu” kata mantan Wakil Sekjen Pengurus Besar NU itu.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement