REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jauh sebelum Bacharuddin Jusuf Habibie atau BJ Habibie menjadi presiden ke-3 Indonesia, ia sudah melalang buana dalam dunia penerbangan. Ia telah menemukan teori penting yang hingga hari ini digunakan semua industri penerbangan di seluruh dunia.
Teori yang dinamakan Teori Habibie itu ia temukan setelah menempuh pendidikan teknik penerbangan di Rhein Westfalen Aachen Technische Hochschule (RWTH), Jerman. Pria kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan tahun 1936 itu, memulai pendidikannya di Jerman tahun 1955 dan menuntaskannya tahun 1965.
Selama 10 tahun itulah ia menyelesaikan studi hingga menyandang gelar doktor di bidang teknik penerbangan. Nama lengkapnya adalah Prof DR (HC) Ing Dr Sc Mult BJ Habibie.
Berbekal kejeniusan, kegigihan dan pendidikannya itulah Habibie membuat sejumalah karya besar. Setidaknya, terdapat tiga karya penting Habibie.
Presiden Ketiga Republik Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie
Pertama, Teori Habibie. Ini adalah teori yang ditemukan Habibie ketika bekerja di sebuah perusahaan penerbangan di Jerman. Teori Habibie atau Crack Progression Theory adalah teori yang menjelaskan tentang titik awal retakan pada sayap dan badan pesawat.
Teori yang ia buat berhasil menghitung letak dan besar retakan pada konstruksi pesawat. Sebab, Habibie membuat teorinya dengan sangat detail, bahkan hingga ke tingkat atom. Oleh sebab itu, Habibie dijuluki "Mr Crack" dalam dunia penerbangan.
Berkat teori yang ia temukannya pada usia 32 tahun itu, risiko kecelakaan pesawat pun bisa ditekan. Selain itu pesawat bisa bermanuver lebih aman karena tak perlu lagi menambahkan beban konstruksi sebagaimana yang dilakukan sebelum teori ini ditemukan.
Kedua, membuat Pesawat N-250 Gatot Kaca. Sebuah pesawat pertama karya anak bangsa yang dipimpin langsung oleh Habibie.
Diluncurkan pada 1995, pesawat penumpang sipil ini berhasil mencuri perhatian publik. Harapan akan sebuah industri penerbangan dalam negeri pun membumbung tinggi.
Pesawat N-250 Gatot Kaca bahkan menjadi satu-satunya pesawat turboprop yang mengaplikasikan teknologi fly by wire. Bahkan pesawat yang dibuatnya sudah terbang 900 jam dan tinggal sejengkal untuk sertifikasi Federal Aviation Administration (AFF).
Mimpi Habibie untuk membangun industri penerbangan dalam negeri itu terpaksa kandas saat terjadi krisis moneter tahun 1996-1998. Soeharto memilih untuk menghentikan proyek tersebut. Internasional Monetry Fund (IMF) juga mensyaratkan Indonesia menghentikan proyek itu jika ingin mendapatkan kucuran dana.
Miniatur pesawat R80 ditampilkan pada Jabar Habibie Festival, di Telkom University Convention Hall, Jumat (30/11).
Ketiga, Peswat R80. Terhenti karena krisis moneter, Habibie tak patah semangat. Ia akhirnya mengembangkan karya N-250 menjadi pesawat RAI R80.
Pesawat berkapasitas 80-92 orang itu ia buat bersama putra sulungnya, Ilham Akbar Habibie. Dengan mendirikan PT Regio Aviasi Industri, pesawat R80 telah diluncurkan tahun 2012 lalu dan terbang perdana pada 2017.
Pesawat R80, yang kini masih dalam proses rancangan lanjutan itu sudah dilengkapi teknologi fly by wire atau sistem kendali yang menggunakan sinyal elektronik. Selain itu, pesawat itu juga irit bahan bakar meski meski membawa banyak penumpang.