REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Badan Pusat Statisik (BPS) baru saja melaksanakan Rapat Teknis Nasional (Rateknas) Kabupaten/Kota 2019 di Yogyakarta. Salah satu fokus pembahasan tidak lain sensus penduduk satu data 2020.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN), Bambang Brodjonegoro mengingatkan, Perpres tentang Satu Data sudah keluar. Intinya, untuk menghindari terjadinya data yang berbeda dari institusi yang berbeda.
"Kalaupun data itu dihasilkan institusi yang berbeda, harus tetap konsisten dan keluarnya tetap satu data yang representatif, akurat dan memenuhi semua kaidah statistik," kata Bambang, Rabu (11/9).
Soal data kependudukan yang mana ada versi administrasi kependudukan dirasa harus konsisten dengan statistik kependudukan. Apalagi, data Dukcapil ini sering jadi dasar, misalnya untuk Pilkada atau Pemilu.
Selain Perpres Satu Data, Bambang mengaku sedang menyiapkan Rancangan Perpres tentang Statistik Hayati. Melalui itu, ia berharap, data kependudukan satu, baik yang berdasarkan Sensus maupun Dukcapil.
Intinya, lanjut Bambang, membuat konsistensi. Setelah memiliki basis data yang benar-benar konkret dan solid, data tersebut ke depannya harus selalu dimutakhirkan secara berkala dan secara konsisten.
"Sehingga, kita akan mempunyai data penduduk yang lebih akurat lagi, apakah itu berdasarkan sensus atau survei, ataupun yang berdasarkan administrasi kependudukan," ujar Bambang.
Ia menerangkan, Sensus Penduduk 2020 merupakan momentum. Karenanya, sebelum sensus, melalui Perpres Statistik Hayati, sedang diusahakan agar ada integrasi atau konsistensi antara Dukcapil dan Sensus 2020.
Bambang menilai, satu data ini akan sangat bermanfaat bagi berbagai kalangan. Mereka yang ada di bidang-bidang perencanaan, strategi ekonomi, penelitian maupun pemangku-pemangku kebijakan publik.
Soal akurasi, ia berpendapat, sensus merupakan salah satu cara yang mengambil semua orang sebagai obyek penghitungan. Lalu, diverifikasi dan dibandingkan dengan yang ada di administrasi kependudukan.
"Dengan demikian, karena pendekatannya sensus dan ini administrasi, harusnya kita bisa menciptakan satu basis data yang konsisten dan akurat," kata Bambang.
Selama ini, ada basis administrasi dan BPS masih menggunakan sensus terakhir atau 2010. Kemudian, ada survei penduduk antar sensus yang dirasa tidak menyeluruh dan sangat mungkin terjadi perbedaan data.
"Ini yang mau kita satukan dengan memakai sensus penduduk 2020 sebagai momentum," ujar Bambang.
Selain itu, pada sensus penduduk 2020, BPS akan mulai memanfaatkan big data. Sebab, Bambang melihat, big data akan jadi tren masa depan karena akan sulit bagi BPS jika cuma mengandalkan kuesioner (fisik).
Bagi Bambang, tentu akan lebih mudah dan akurat jika BPS menggunakan basis data digital yang akan diterapkan pula di sensus penduduk 2020. Itu akan disokong pula dengan Perpres tentang Statistik Hayati.
"Statistik Hayati ini akan menjadi landasan hukum untuk konsistensi data kependudukan," kata Bambang.