Selasa 10 Sep 2019 21:00 WIB

Hingga Akhir Agustus, Karhutla Tercatat 328,724 Hektare

Luasan karhutla didominasi oleh lahan mineral dibandingkan lahan gambut.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Andi Nur Aminah
Api kembali menyala membakar ranting pohon (ilustrasi)
Foto: Antara/Rony Muharrman
Api kembali menyala membakar ranting pohon (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) merilis, hingga akhir Agustus 2019 luasan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Indonesia mencapai 328,724 hektare. Luasan karhutla didominasi oleh lahan mineral dibandingkan lahan gambut.

Adapun luasan karhutla di lahan mineral dari Januari-Agustus 2019 seluas 239,161 hektare, sedangkan lahan gambutnya mencapai 89,563 hektare. Mengacu statistik tersebut, wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi wilayah yang paling luas terjadi karhutla yakni 108,368 hektare.

Baca Juga

“Itu (NTT) karena wilayahnya banyak ladang savananya, jadi mudah terbakar,” kata Direktur Pengendalian Karhutla KLHK Raffles Panjaitan di KLHK, Jakarta, Selasa (10/9).

Raffles melanjutkan, saat ini pihaknya terus melakukan pengendalian karhutla antara lain dengan pemadaman melalui udara dengan mekanisme water boombing. Pada 2019, dari laporan yang ada hingga 6 September, sebanyak 66.349 water boombing telah dilakukan dengan volume air sebanyak 239.633.200 liter air.

Sedangkan rekapitulasi pesawat dan helikopter yang diterjunkan untuk pemadaman hingga 9 September 2019 berjumlah 46 unit. Pesawat dan helikopter tersebut antara lain disebar ke Provinsi Riau sebanyak 17 unit, Provinsi Sumatera Selatan 9 unit, Provinsi Kalimantan Barat sebanyak 7 unit, dan Provinsi Kalimantan Tengah sebanyak 7 unit.

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Ruandha Agung Sugadirman mengatakan, saat ini kualitas udara di sejumlah wilayah terdampak karhutla tergantung dengan bagaimana kondisi curah hujan yang ada. Sehingga meskipun upaya pemadaman telah dilakukan pemerintah, kata dia, namun jaminan kualitas udara yang sehat hanya tergantung dari pergerakan cuaca itu sendiri.

“Prediksi kita mungkin pertengahan November kualitas udara bisa sehat,” ungkapnya.

Dengan luasan lahan karhutla yang ada, tingkat emisi karbon dioksida atau zat asam arang (CO2) karhutla di lahan gambut mencapai 82,7 juta ton ekuivalen. Jumlah tersebut diklaim KLHK lebih rendah jika dibandingkan dengan emisi CO2 di 2018 sebesar 121 juta ton.

Meski begitu menurut dia, saat ini pemerintah akan berupaya melakukan penanggulangan sementara dengan memberikan masker atau mengisolasi masyarakat yang wilayahnya terdampak parah agar tak terkontaminasi. “Tapi yang pasti sumber kebakaran ini yang harus segera ditangani, rilis karbon dengan sendirinya segera berkurang,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement