Selasa 10 Sep 2019 06:19 WIB

Hari Pertama Perluasan Gage, dari Cekcok Hingga Upaya Suap

Pengemudi tidak mau diimbau polisi untuk putar balik karena pelat nomor tidak sesuai.

Rep: Antara/ Red: Bilal Ramadhan
Petugas kepolisian mengamankan kendaraan roda empat di kawasan perluasan ganjil genap Jalan Majapahit, Jakarta, Senin (9/9/2019).
Foto: Thoudy Badai
Petugas kepolisian mengamankan kendaraan roda empat di kawasan perluasan ganjil genap Jalan Majapahit, Jakarta, Senin (9/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, Perluasan sistem ganjil-genap di DKI Jakarta dan penindakannya mulai resmi diberlakukan pada Senin (9/9) ini. Pengendara mobil yang nekat melanggar aturan ganjil genap memberikan berbagai macam alasan.

Mayoritas pengendara mobil berkelit tidak tahu perluasan aturan ganjil genap sudah diberlakukan dan disertai dengan penindakan. Beberapa pengendara juga berdalih aturan tersebut menghambat aktivitasnya.

"Kantor saya dekat dari jalur masuk Jalan Tomang Raya. Kalau kena tilang begini, bagaimana bisa saya setiap hari ke kantor?" kata Soedarjono, pengendara mobil berpelat genap yang baru keluar dari jalur tol dari Tangerang, Senin.

Dia beralasan, selama masa sosialisasi ganjil-genap, tidak pernah melihat langsung petugas Dinas Perhubungan maupun Satuan Polisi Lalu Lintas melaksanakan sosialisasi di jalan. Apalagi, tidak ada informasi ganjil-genap yang tampak jelas sebelum keluar dari pintu tol.

"Kalau solusinya berangkat lebih pagi, sampai kantor pukul 08.30 WIB pun masih tutup. Saya harus ke mana? Saya kan sales manager, harus berkeliling. Tidak mungkin tidak membawa mobil sendiri," ujar dia.

Setelah mendapatkan surat tilang, Soedarjono berusaha meminta penjelasan terhadap Kasatlantas Polres Jakarta Barat Komisaris Polisi Hari Atmoko dan Kepala Seksi Operasi Suku Dinas Perhubungan Jakarta Barat Afandi Nofrisal.

Lain halnya dengan pengendara mobil pelat genap bernama Imelda Paula. Ia melewati Jalan Tomang Raya karena ruas tersebut adalah jalur utama untuk mengantarkan anaknya ke sekolah dan kontrol ke dokter.

"Saya tahu sih ada perluasan ganjil-genap, tapi enggak tahu kalau sudah mulai diberlakukan. Takut anak saya telat sampai sekolah di kawasan Daan Mogot," kata Paula.

Afandi mengatakan, banyak pelanggar aturan yang seharusnya sudah mengetahui dari spanduk di berbagai jalan, sosialisasi di pusat belanja, dan informasi melalui media cetak, elektronik, serta televisi. Namun, mereka beralibi tidak tahu pemberlakuan ganjil-genap mulai hari ini.

"Yang tahu dia akan menerima, yang tidak tahu kebanyakan mereka beralibi karena sampai dengan satu bulan ini sosialisasi kalau tidak tahu, ya tidak mungkin," ujar Afandi.

Sejumlah pelanggar ganjil-genap juga terlibat cekcok dengan petugas. Hal ini terjadi di Jalan Pramuka, Jakarta Timur, pengendara tidak terima mobilnya diminta untuk putar arah mencari jalan alternatif karena mobilnya memiliki pelat nomor genap.

"Bukan masalah sosialisasi selama sebulan. Saya biasa melintas di sini sebulan terakhir tidak pernah disetop. Ini persoalan komunikasi dua arah yang tidak baik," kata Syarifah.

Petugas Dishub meminta para pelanggar berputar di Jalan Utan Kayu Raya karena tidak masuk dalam zona ganjil-genap. Awalnya, warga Bogor, Jawa Barat, itu melaju dari arah Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menuju Jalan Pramuka sekitar pukul 09.00 WIB.

Dua petugas Dishub Jakarta bernama Budi Wibowo dan Danang Wibisono menghentikan laju kendaraan Syarifah dengan maksud meminta pengendara mencari jalan alternatif lain. "Silakan ambil jalan alternatif lain. Hari ini adalah kawasan ganjil, pelat nomor ibu genap. Jadi, tidak bisa lewat. Kita sudah sebulan sosialisasi," kata Danang.

Namun, Syarifah menolak instruksi petugas dan memilih untuk meneruskan perjalanan menuju Jalan Pramuka. "Sosialisasi tidak hanya cukup lewat media, apalagi cuma sebulan. Saya adalah orang yang tidak sepakat dengan ganjil-genap. Sampaikan ini ke Pak Gubernur," ujar Syarifah geram.

Pengendara lainnya, Marcus, mengatakan upaya penyetopan kendaraan di tengah lintasan jalan justru menghambat lalu lintas ke barisan di belakangnya. "Kalau mau setop, jangan di jalan yang sempit begini, kasihan pengendara di belakang. Gara-gara saya putar balik, kan jadi macet. Sekali muter bisa empat kendaraan," tutur Marcus.

Adanya penerapan perluasan ganjil-genap ini membuat pengendara juga memutar otak untuk menghindarinya, termasuk berupaya menyuap petugas kepolisian. Berdasarkan pantauan, mobil dengan nomor polisi Jakarta itu dihentikan petugas pada pukul 09.30 WIB.

Ketika ditanya apakah pelanggar mengetahui kesalahannya, penumpang mobil tersebut malah menjawab, "Saya tahu, damai saja lah ya Pak,” kata pengendara tersebut sambil menyodorkan uang dengan pecahan Rp 50 ribu kepada petugas.

"Jangan Bu ya, nanti bayar untuk negara saja. Ambil di kejaksaan tanggal 20 ya, jangan kasih saya karena itu bukan hak saya. Nanti ibu masuk penjara," ujar petugas kepada penumpang sembari mengambil STNK (surat tanda nomor kendaraan) yang dipegang oleh pengendara.

Setelah pemberian surat tilang selesai, petugas mempersilakan mobil untuk melaju menuju tujuannya. Polisi yang bertugas di Jalan Gunung Sahari Raya, Jakarta Pusat, merupakan petugas dari Kepolisian Sektor Metro Kemayoran.

"Ada sembilan penindakan hari ini untuk pelanggar aturan ganjil-genap yang melintasi jalan ini (Gunung Sahari Raya)," kata Kanitlantas Polsektro Kemayoran Iptu Dodi Ambara saat ditemui di lokasi, Senin. Pelanggaran aturan akan dikenakan sanksi maksimal Rp 500 ribu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement