Senin 09 Sep 2019 14:36 WIB

Menpar Minta Status Bencana Penetapannya Lebih Hati-Hati

Menpar mengimbau agar penetapan status bencana ditetapkan secara hati-hati.

Menteri Pariwisata Arief Yahya (kanan)
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Menteri Pariwisata Arief Yahya (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya meminta agar penetapan tingkatan status bencana tidak disamaratakan untuk suatu wilayah karena berdampak negatif terhadap kondisi pariwisata. Ia memberi contoh penetapan status bencana meletusnya Gunung Agung di Bali yang digeneralisir statusnya ke seluruh Pulau Dewata.

"Pesan saya, hati-hati dalam penetapan status bencana dan daerahnya. Jangan disamaratakan. Misalnya status bencana di Bali, seharusnya ditetapkan statusnya di Gunung Agung atau 10 km dari Gunung Agung," kata Arief dalam sosialisasi manajemen krisis kepariwisataan (MKK) daerah di Jakarta, Senin.

Menurut Menpar, pariwisata Bali terimbas peristiwa Gunung Agung meletus pada September 2017 lalu di mana kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) anjlok hingga 1 juta orang. Kemenpar juga mencatat potensi kehilangan devisa karena peristiwa itu mencapai 1,2 miliar dolar AS (sekitar Rp15 triliun) secara nasional.

Menyusul penetapan status bencana tersebut, sejumlah negara pun ramai-ramai memberikan larangan berkunjung (travel warning). China, Australia, AS, Inggris, Singapura, dan Malaysia termasuk di antaranya.

"Saya sampai bertemu dengan Konsul Jenderal China untuk minta agar mereka mencabut travel warning itu. Tapi mereka bilang bahwa mereka tidak akan mencabut itu selama pemerintah Indonesia masih menetapkan kawasan tersebut tanggap darurat. Di situ saya merasa di-skakmat," ujarnya.

Oleh karena itu, Arief meminta agar penetapan status bencana bisa dilakukan secara hati-hati. Pasalnya, masyarakat awam akan menilai bahwa penetapan status bencana berarti kondisi darurat. Padahal, seperti halnya level status gunung api, tidak semua tingkatan berarti kondisi darurat.

"Status (gunung api) misalnya, waspada, siaga, awas. Saat seluruh Bali digeneralisasi (status), akibatnya turis China turun 10 persen dan non-China juga turun hingga total 50 persen karena status. Begitu statusnya kita ganti Awas hanya di 10 km dari Gunung Agung, langsung pulih 90 bahkan 100 persen. Jadi menetapkan itu harus hati-hati," katanya.

Kepala Biro Komunikasi Publik Kemenpar Guntur Sakti mengatakan, sejak peristiwa Gunung Agung meletus pada 2017 dan diikuti sejumlah bencana alam hingga 2018 lalu, pariwisata Indonesia memang terus mengalami pukulan berat.

"Pelajaran bagi kami memang bencana tidak bisa dielak, tapi mitigasi harus dilakukan. Di sektor pariwisata upaya kami lebih banyak ke proses mitigasi dan relasi publik. Kami membangun kepercayaan agar dunia internasional cepat pulih kepercayaannya terhadap Indonesia," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement