Senin 09 Sep 2019 08:43 WIB

BPJS Kaji Usulan Korban PHK Diberi Jaminan

Usul tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan disebut tak terkait pesangon.

Pekerja korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). (ilustrasi)
Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko
Pekerja korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mengkaji wacana penambahan dua garansi sosial baru, yakni Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) serta Jaminan Pelatihan dan Sertifikasi (JPS). Hal itu disampaikan Deputi Direktur Bidang Humas dan Antarlembaga BJPS Ketenagakerjaan, Irvansyah Utoh Banja.

Wacana tersebut tidak berasal dari BPJS Ketenagakerjaan, melainkan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Menurut Irvansyah, pada prinsipnya BPJS Ketenaga kerjaan dalam posisi mendukung program-program pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan kaum pekerja.

Termasuk terkait usulan Jaminan Kehilangan Pekerjaan serta Jaminan Pelatihan dan Sertifikasi. "Kami sedang melakukan kajian mendalam serta piloting di beberapa unit kerja kami di Banten dan DKI Jakarta," ujar dia saat dihubungi Republika, Ahad (8/9).

Irvansyah mengatakan, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menyatakan, BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan empat program, yakni Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Ja minan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP). Bila JKP dan JPS akan ditambahkan pada keempat program tersebut, maka harus ada regulasi baru yang dapat mengakomodasi pelaksanaannya.

Irvansyah menyebut pihaknya selama ini sudah menyelenggarakan pelatihan kevokasian untuk peserta yang terimbas pemutusan hubungan kerja (PHK). Pelatihan itu disebutnya juga menyediakan berbagai informasi seputar spesifikasi keterampilan yang dibutuhkan pasar.

"Tujuannya untuk memberikan peluang kepada pekerja yang terkena PHK untuk mendapat kesempatan meningkatkan atau mendapatkan keterampilan baru sebagai bekal mencari pekerjaan atau memiliki usaha lain," tutur dia.

Sebelumnya, Menaker mengusulkan agar BPJS Ketenagakerjaan menam bah dua jaminan sosial baru dari empat jaminan yang sudah ada. "Kami mengusulkan agar selain Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Hari Tua, ada juga Jaminan Kehilang an Pekerjaan dan Jaminan Pelatihan dan Sertifikasi," kata Menaker Hanif Dhakiri di Balikpapan, Sabtu.

Menurut Menaker, JKP dapat men jadi bantalan sosial bila seseorang kehilangan pekerjaan. Harapan nya, JKP akan membantu pekerja yang terkena PHK untuk bertahan hingga yang bersangkutan memeroleh pekerjaan baru atau memutuskan beralih profesi menjadi pengusaha. Demikian pula dengan Jaminan Pelatihan.

Kepala Biro Hukum Kemenaker Budiman mengatakan, wacana program JKP dan JPS tidak berkaitan dengan pesangon. Seperti diketahui, kalangan buruh marak menolak rencana revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang disebut-sebut akan menghapus pesangon. "Ini tidak terkait dengan perubahan pesangon itu," kata dia saat dihubungi Republika, Ahad.

Budiman menjelaskan, JKP dan JPS merupakan gagasan dari Menaker yang sudah disampaikan ke pihak BPJS Ketenagakerjaan. Hingga saat ini, badan tersebut masih melakukan kajian untuk melihat prospek kemungkinan penerapannya.

"Kemudian, Menaker melihat hasilnya (kajian BPJS Ketenaga kerjaan? Red). Lalu, ini akan ditindaklanjuti, seperti menyusun format naskahnya dan harus mengubah UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN),' ujar dia.

Sebab, UU SJSN telah mengatur, BPJS Ketenagakerjaan menyelenggara kan empat program yang saat ini masih berjalan, yakni Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP).

Jika seluruh pihak terkait menyepakati penambahan dua program, JKP dan JPS, ditambahkan pada keempat program tersebut, maka rancangan undang-undang (RUU) baru mesti dibuat dan dimasukkan ke dalam program legislasi nasional (prolegnas).

RUU itu pun mesti melalui pembahasan di DPR-RI sebelum dapat disahkan menjadi aturan perundang- undangan. "Jadi, penambahan dua program itu tidak sederhana. Tahapannya banyak," kata Budiman.

Dia mengakui, masa jabatan Menaker pada pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) periode pertama akan berakhir pada Oktober mendatang. Apakah kemungkinan usulan ini akan tetap berjalan, menurut Budiman, hal itu bergantung pada hasil kajian BPJS Ketenagakerjaan.

Jika BPJS Ketenagakerjaan menyatakan tambahan kedua program tersebut memungkinkan, maka menteri pada pemerintahan Jokowi periode kedua dinilai dapat melanjutkannya. Lebih lanjut, dia mengklaim wacana penambahan JKP dan JPS akan menguatkan perlindungan terhadap tenaga kerja swasta di Indonesia.

"Siapapun menterinya, usulan ini bisa dilanjutkan. Karena hal yang bagus harus ditindaklanjuti," ucap dia. (rr laeny sulistyawati/antara ed: hasanul rizqa)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement