Senin 09 Sep 2019 06:29 WIB

Gubernur Sulteng Ingatkan Ancaman Gempa di Masa Depan

Ancaman gempa itu tidak akan terjadi dalam waktu dekat.

Seorang pria membongkar sisa bangunan milik warga di lokasi eks likuefaksi Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (7/6/2019).
Foto: Antara/Mohamad Hamzah
Seorang pria membongkar sisa bangunan milik warga di lokasi eks likuefaksi Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (7/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Gubernur Sulawesi Tengah, Longki Djanggola menyatakan sejumlah ahli dari Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah mengingatkan warga di Kota Palu dan kabupaten sekitar terhadap ancaman gempa dan tsunami di masa depan. Gempa yang mengakibatkan tsunami yang dimaksud bukan hanya pergerakan Sesar Palu-Koro. Seperti yang terjadi Kota Palu, Kabupaten Sigi, Donggala dan Parigi Moutong yang menghasilkan gempa bermagnitudo 7,4 disusul tsunami dan likuefaksi saja.  Dia menyebu ada sesar lainnya yang mengancam wilayah tersebut.

"Ada kemungkinan juga dari Sesar Makassar Strait yang berada di bawah laut atau gempa Megathrust di Utara Sulawesi," katanya melalui Kepala Biro Hubungan Masyarakat Pemprov Sulteng, Haris Kariming di Palu, Ahad (8/9).

Baca Juga

Pernyataan Haris itu mengacu pada surat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) nomor 10716/Dt.6.1/08/2019 perihal Penyampaian Rekomendasi Ahli Nasional tentang Perlindungan Pesisir Palu Terhadap Ancaman Tsunami, Gempa bumi dan Likuefaksi. Rekomendasi ini ditandatangani Direktur Pengairan dan Irigasi selaku Ketua Kelompok Kerja II Bidang Pemulihan Infrastruktur Wilayah Bappenas, Abdul Malik Sadat Idris.

Namun, ia mengimbau masyarakat agar tidak perlu khawatir apalagi takut dengan ancaman gempa disusul tsunami tersebut. Sebab diprediksi tidak akan terjadi dalam waktu dekat.

"Para ahli menyatakan bahwa potensi kejadian gempa besar dalam jangka puluhan tahun mendatang bersumber dari segmen lain, bukan dari segmen gempa yang sudah melepaskan akumulasi tegangan tektoniknya,"ujarnya.

Olehnya, lanjutnya, upaya mengurangi risiko terhadap ancaman atau mitigasi bencana deformasi sesar di permukaan dan seismic hazard sangat diperlukan. Mengingat proses bencana alam merupakan proses yang sangat dinamis dan upaya mitigasi menjadi penuh ketidakpastian.

"Ketidakpastian ini dapat diperkecil melalui riset untuk memahami kejadian sebelumnya dan juga mengantisipasi kejadian di masa depan. Kejadian gempa 2018 telah mengubah peta sesar aktif 2017 sehingga diperlukan revisi peta seismic hazard," ujarnya. Selanjutnya, sambung Haris, diperlukan penelitian geologi gempa bumi secara mendalam untuk mengetahui aktivitas sesar-sesar aktif.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement