REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta kepada Presiden Joko Widodo bertindak tegas menolak calon pimpinan (capim) KPK bermasalah dan revisi Undang-Undang KPK. Pegawai berharap Jokowi melakukan upaya mencegah KPK 'mati'.
"Para pegawai berharap Presiden agar melakukan fungsinya sebagai Kepala Negara untuk mencegah KPK 'mati' dengan tidak meloloskan capim terduga pelanggar etik dan menolak revisi UU KPK," kata pegawai KPK Christie Afriani di sela aksi simbolik menutup logo KPK, di Jakarta, Ahad (8/9).
Untuk itu, menurut Christie, pegawai KPK berinisiatif untuk meminta bantuan dari siapa pun dan di mana pun tanpa memandang latar belakang selama mempunyai visi dan kebencian atas korupsi yang merajalela. "Bunga dan leaflet permintaan tolong dari KPK dibagikan oleh 500 pegawai KPK di sekitar Bundaran HI Jakarta, Minggu," ucap dia.
Ia mengatakan permintaan tolong kepada masyarakat itu karena hingga hari ini Jokowi belum bertindak untuk secara tegas menolak capim bermasalah dan menolak revisi UU KPK tersebut. Ia menyatakan rangkaian proses pemintaan tolong tersebut tersebut diakhiri dengan seremoni penutupan gedung KPK dengan kain hitam sebagai lambang kesuraman dan duka.
"Serangan terhadap KPK secara sistematis menyempurnakan serangan dari dalam dan luar sehingga paripurna membuat KPK'mati' karena tidak berfungsi," ujar Christie.
Pimpinan hingga pegawai KPK melakukan aksi simbolik dengan menutup logo KPK di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Ahad, menolak revisi Undang-Undang KPK dan pimpinan KPK ke depan diisi orang-orang bermasalah. "Ini hanya simbol saja ditutup dengan kain hitam mengingatkan bahwa ada jalan panjang yang harus kita lalui di negeri ini. Dari pada sekadar membahas UU KPK yang kita harap tadinya kalaupun ada perubahan itu memperkuat bukan memperlemah," ucap Wakil Ketua KPK Saut Situmorang yang juga ikut aksi simbolik itu.