REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum tata negara dari Universitas Udayana, Jimmy Usfunan, menilai revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) terkait pembentukan dewan pengawas dan ijin penyadapan dapat memicu konflik kepentingan. Sebab selama ini, ada pihak yang ketakutan dengan independensi KPK yang bisa melakukan pemberantasan korupsi.
Menurut Jimmy, KPK dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, bila memiliki independensi dalam hal menjalankan apa yang menjadi kewenangannya. Namun dengan adanya dewan pengawas eksternal justru akan menghambat tugas dan fungsi KPK.
"Apalagi ke depan ada keinginan, bahwa setiap penyadapan harus ada ijin dari dewan pengawas, ini akan menjadi persoalan," kata Jimmy, Sabtu (7/9).
Jimmy menjelaskan bisa saja pihak yang akan ditangkap oleh KPK, ternyata memiliki relasi dengan dewan pengawas. Menurut Jimmy, kondisi tersebut dapat menjadi kendala untuk mendapatkan ijin penyadapan, dan otomatis akan menghambat upaya tangkap tangan yang akan dilakukan oleh KPK.
Karena itu, Jimmy menilai rencana pembentukan dewan pengawas serta ijin untuk penyadapan tidak hanya dapat memicu konflik kepentingan. Selain itu, seperti upaya pelemahan pola atau sistem yang menunjang kinerja KPK.
"Kalau kita lihat persoalan pemilihan calon pimpinan KPK saja sudah bermasalah, apalagi nanti soal dewan pengawas, bisa saja menimbulkan kepentingan-kepentingan yang dimasukkan dalam perekrutannya," kata Jimmy.
Dalam rencana revisi UU KPK, ada keinginan pembentuk UU untuk membentuk dewan pengawas eksternal, yang seleksinya akan dilakukan oleh Presiden bersama dengan DPR. Padahal selama ini sudah ada dewan pengawas internal KPK.