Sabtu 07 Sep 2019 18:56 WIB

Taufiequrachman Ruki: Presiden Wajib Tolak Revisi UU KPK

Draf revisi UU hanya akan melemahkan KPK.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Teguh Firmansyah
Mantan Pimpinan KPK Taufiequrachman Ruki memberi keterangan pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (7/7).
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Mantan Pimpinan KPK Taufiequrachman Ruki memberi keterangan pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (7/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  Taufiequrachman Ruki menegaskan sebagai mantan pimpinan lembaga antirasuah, ia menolak revisi UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK yang diusulkan DPR.

Menurut Ruki, Presiden Joko Widodo wajib menolak usulan DPR yang telah disetujui dalam rapat Baleg tersebut. "Presiden wajib menolak," tegas Ruki dalam pesan singkatnya kepada Republika.co.id, Sabtu (7/9).

Baca Juga

Menurut Ruki, sebaiknya pemerintah dan DPR merevisi dan melakukan harmonisasi UU nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor, KUHP, dan KUHAP sebelum merevisi UU KPK.

"Jadi sebelum UU nomor 30 tahun 2002 diubah, pemerintah ubah ini (UU nomor 31/1999, KUHP, dan KUHAP) dulu," jelasnya.

Jika memang pemerintah memandang perlu, sebaiknya revisi UU itu ditujukan untuk menguatkan tugas dan fungsi KPK. Menurutnya, draf revisi saat ini dipastikan akan melemahkan KPK secara lembaga. 

Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo Harahap menegaskan upaya-upaya kelemahan semakin nyata termasuk menggiring opini bahwa KPK dan mantan pimpinan KPK juga setuju revisi UU KPK padahal tidak pernah ada hal tersebut. 

"Bahwa Pimpinan KPK saat ini kompak menolak revisi UU KPK dan telah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo. 

Semoga Presiden tidak mengeluarkan persetujuan untuk membahas Revisi UU KPK atas inisiatif DPR yang disetujui seluruh fraksi tersebut," tegas Yudi. Karena, sambung Yudi, mahal harga yang harus dibayar oleh rakyat negeri ini jika KPK lemah karena korupsi akan semakin merajalela.

Sebelumnya, DPR telah sepakat mengambil inisiatif revisi UU KPK. Para wakil rakyat itu telah menyusun draf rancangan revisi UU KPK dan disetujui dalam rapat Baleg. Setidaknya terdapat enam poin pokok perubahan dalam revisi UU KPK.

Poin-poin pokok itu antara lain berkaitan dengan keberadaan dewan pengawas, aturan penyadapan, kewenangan surat penghentian penyidikan perkara (SP3), status pegawai KPK, kedudukan KPK sebagai penegak hukum cabang kekuasaan eksekutif, dan posisi KPK selaku lembaga penegak hukum dari sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia.

Rencana revisi UU KPK ini langsung dikritik oleh sejumlah pihak, mulai dari Indonesia Corupption Watch (ICW) sampai KPK sendiri. Bahkan Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan bahwa KPK sedang berada di ujung tanduk.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement