Jumat 06 Sep 2019 16:51 WIB

Densus 88 Selidiki Dugaan ISIS Terlibat Rusuh Papua

Polri menyebut ISIS sudah mengembangkan jaringannya di Papua sejak dua tahun lalu.

Aksi protes menentang ISIS (ilustrasi)
Foto: EPA/Mast Irham
Aksi protes menentang ISIS (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo mengatakan, bahwa Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri masih menyelidiki ada tidaknya kaitan kericuhan di Papua dan Papua Barat dengan kelompok teroris ISIS yang diduga berkembang di Papua. Mabes Polri menyebut ISIS sudah mengembangkan jaringannya di Papua sejak dua tahun lalu.

"Keterlibatan ISIS dengan kerusuhan ini masih didalami," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (6/9).

Baca Juga

Adanya keberadaaan kelompok teroris ISIS diketahui setelah Densus 88 menangkap pelaku yang berencana melakukan aksi teror di Polres Manokwari pada 2017 lalu. ISIS yang berkembang di Papua, menurut dia, umumnya merupakan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

Densus mensinyalir organisasi ISIS aktif merekrut calon-calon anggotanya di beberapa wilayah di Papua Barat dan Papua, di antaranya Manokwari, Fakfak, Merauke dan Wamena. Dedi mengatakan, dari informasi intelijen, ISIS Papua melakukan teror dengan target anggota Polri.

"(ISIS) masih melakukan rekrutmen, kemudian penguasaan wilayah dan akan terus melakukan amaliyah dengan sasaran anggota polisi," katanya.

Saat ini, kata Dedi, Polri sedang fokus berupaya mengungkap dalang kerusuhan di Papua. "Yang jelas saat ini kami fokus mengungkap dalang kerusuhan dan melakukan pencegahan ke depannya," katanya.

Sebelumnya, terjadi aksi demonstrasi berujung rusuh di sejumlah daerah di Papua Barat dan Papua selama dua pekan pada akhir Agustus 2019. Aksi demonstrasi dilakukan sebagai protes atas kasus bernuansa rasisme yang menimpa para mahasiswa asal Papua di Surabaya, Jawa Timur pada Sabtu 17 Agustus 2019.

Belakangan, Polri menyebut tokoh separatis Papua, Benny Wenda sebagai dalang kerusuhan di Papua dan Papua Barat. Benny diduga menyebarkan konten hoaks dan provokasi di media sosial dan ke petinggi-petinggi negara-negara di kawasan Pasifik.

Namun, polisi tidak dapat melakukan penegakkan hukum terhadap Benny karena ia bukan lagi warga negara Indonesia. Hingga saat ini polisi telah menetapkan 57 tersangka dalam aksi anarkis di Papua. Sementara di Papua Barat, ada 21 orang yang ditetapkan sebagai tersangka kericuhan.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement