REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Majelis Ulama Indonesia (MUI), belum mengetahui kasus Ketua DPD Partai Golongan Karya yang dianggap telah melakukan penodaan agama karena merendahkan Al quran.
"Wah saya belum tahu. Saya pelajari konteks nya dulu kan harus tahu dulu," ujar Ketua MUI Jabar, Rachmat Syafei, kepada Republika.co.id, Jumat (6/9).
Menurut Rachmat, bersumpah dengan menggunakan Al quran sebenarnya diperbolehkan. Namun, harus jelas tujuannya apa. Serta, konteksnya seperti apa.
"Sumpah boleh saja. Yang penting, jangan diselewengkan. MUI akan menpelajari dulu," katanya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Ketua DPD Partai Golongan Karya Jawa Barat Dedi Mulyadi yang mengambil sumpah ketua DPD Golkar se-kabupaten/kota untuk mendukung Airlangga Hartarto mendapat kecaman dari Forum Perkumpulan dan Komunikasi Ormas Islam (FPKOI) Jawa Barat. Ketua FPKOI Jawa Barat Hardi Prabowo menilai, sikap tersebut dianggap telah merendahkan Alquran, yang merupakan kitab suci dan pedoman umat Iislam.
Hardi mengatakan, yang dilakukan Ketua Golkar Jabar dalam pengambilan sumpah itu dianggap telah menodai agama. Karena, papar dia, Alquran sebagai pedoman umat Islam yang memiliki nilai luhur dijadikan alat penjamin sumpah untuk kepentingan sesaat.
"Kok dijadikan alat jaminan sumpah dukung-mendukung," ujar Hardi di Bandung, Rabu (4/9). Dia juga menyayangkan karena dalam pengambilan sumpah itu terucap kata laknat yang sejatinya bukan kewenangan manusia.
Sejatinya, imbuh dia, laknat itu urusan Allah SWT. Pihaknya menyayangkan bahasa sakral dalam agama dijadikan poin sanksi untuk kepentingan pendukungan pencalonan.
Hardi mengaku sudah melaporkan Dedi Mulyadi ke Polda Jabar. "Selain menuntut Dedi Mulyadi dan Airlangga Hartarto untuk meminta maaf, kami juga menuntut penegakkan hukum terhadap semua yang terlibat dalam pengambilan sumpah itu," katanya.
Agus Soiman dari Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama menambahkan, pihaknya menuntut tiga hal dalam pelaporannya ke Polda Jabar. Pertama, meminta Airlangga Hartarto dan Dedi Mulyadi meminta maaf secara terbuka kepada seluruh umat Islam.
Kedua, kata dia, mereka meminta penarikan kata laknat yang diucapkan Dedi saat pengambilan sumpah tersebut. Ketiga, pihaknya meminta Polda Jabar menindaklanjuti kasus pelecehan agama ini secara hukum.
"Jangan biarkan kesalahan besar dalam praktik beragama seperti ini menjadi pemakluman di kemudian hari. Politisasi agama seperti ini tak boleh terulang," katanya.