Jumat 06 Sep 2019 14:27 WIB

Jokowi: Kita Harap DPR Memiliki Semangat Perkuat KPK

Jokowi mengaku belum mengetahui isi revisi UU KPK.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Teguh Firmansyah
Peresmian Pabrik Perakitan Esemka. Presiden Joko Widodo bersiap mencoba mobil Esemka usai meresmikan pabrik perakitan mobil Esemka di Boyoiaii, Jawa Tengah, Jumat (6/9/2019).
Foto: Republika/ Wihdan
Peresmian Pabrik Perakitan Esemka. Presiden Joko Widodo bersiap mencoba mobil Esemka usai meresmikan pabrik perakitan mobil Esemka di Boyoiaii, Jawa Tengah, Jumat (6/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku belum bisa berkomentar banyak terkait revisi Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diusulkan DPR. Jokowi mengaku belum mengetahui secara rinci mengenai poin-poin apa saja yang akan direvisi.

"Saya harus tahu dulu, baru saya bisa berbicara. Yang pasti seperti kemarin saya sampaikan, KPK bekerja sangat baik dalam rangka pemberantasan korupsi," kata Presiden di Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (6/9).

Baca Juga

Ditanya soal potensi pelemahan lembaga antirasuah ini melalui revisi UU KPK, Jokowi punya jawabannya sendiri. Menurutnya, masyararakat harus mengetahui apa saja poin-poin revisi secara rinci. Setelah itu baru bisa menyimpulkan apakah revisi ini melemahkan KPK atau tidak.

Namun di luar itu, Jokowi berharap DPR memiliki napas yang sama dengan pemerintah untuk menguatkan KPK. "Apa dulu, saya belum ngerti, jangan mendahului seperti itu. Yang jelas saya kira kita harapkan DPR mempunyai semangat yang sama untuk memperkuat KPK," katanya.

Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan saat ini KPK berada di ujung tanduk. Menurutnya, ada beberapa rentetan kejadian dan kebijakan yang akhirnya membuat kondisi KPK semakin tersudut. Di antaranya adalah seleksi pimpinan KPK yang telah menghasilkan 10 nama calon pimpinan. Di dalamnya terdapat orang-orang bermasalah.

Selain itu, ia menyebutkan, ada sembilan persoalan di draf RUU KPK yang berisiko melumpuhkan kerja KPK. Persoalan tersebut, yakni independensi KPK terancam, penyadapan dipersulit dan dibatasi, pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR, sumber penyelidik dan penyidik yang dibatasi, dan penuntutan perkara korupsi harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung.

Selanjutnya, perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria, kewenangan pengambilalihan perkara di penuntutan dipangkas, kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan, dan kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas.

Selain itu, DPR juga tengah menggodok RUU KUHP yang akan mencabut sifat khusus dari tindak pidana korupsi sehingga keberadaan KPK juga terancam.

"Kami menyadari betul bahwa KPK itu hanya sebagai pengguna Undang-Undang, DPR memiliki wewenang untuk menyusun RUU inisiatif, akan tetapi, KPK juga meminta teman-teman di DPR tidak menggunakan wewenang tersebut untuk melemahkan dan melumpuhkan KPK," ujar Agus.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement