Jumat 06 Sep 2019 10:37 WIB

Pengamat: RUU KPK Amputasi Kewenangan KPK

Pemerintah dan DPR tak serius dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Ilustrasi korupsi
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi korupsi

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pengamat hukum dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr Karolus Kopong Medan menilai pemerintah dan DPR tidak serius mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberantas praktik korupsi di Tanah Air. Hall tersebut terlihat dari revisi UU KPK yang diusulkan DPR RI.

"Mengamputasi sejumlah kewenangan penting KPK dalam membongkar kasus-kasus korupsi melalui revisi UU KPK, menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dan DPR dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai sebuah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime)," katanya di Kupang, Jumat (6/9).

Baca Juga

Ia mengemukakan pandangannya tersebut menanggapi pernyataan Ketua KPK Agus Raharjo yang menegaskan bahwa lembaga yang dipimpinnya berada di ujung tanduk. Hal tersebut karena seleksi capim KPK dan DPR yang menyetujui revisi UU KPK menjadi RUU Inisiatif DPR, Kamis (5/9). 

Menurut dia, kondisi sekarang akan membuat kerja KPK ke depan terbelenggu dan sangat mudah diganggu oleh berbagai pihak. Kopong Medan mengatakan rencana revisi UU KPK berpotensi membuat KPK tidak berdaya dalam menghadapi gelombang korupsi yang terus menghantui bangsa Indonesia.

Dengan catatan, revisi tersebut mengamputasi sejumlah kewenangan KPK seperti mengekang indepedensi dan membatasi kewenangan melakukan penyadapan. Kopong Medan mengatakan ini sangat ironis karena langkah pembatasan kewenangan KPK itu dilakukan saat praktik-praktik korupsi yang semakin menggurita.

Karena itu, ia mengatakan, hal semestinya dilakukan oleh pemerintah dan legislator adalah berusaha dengan memperkuat cara-cara yang luar bisa yang digunakan oleh KPK untuk menghadapi korupsi sebagai kejahatan luar biasa ini. "Jika kewenangan KPK berhasil diamputasi, maka saya yakin kita akan bergerak mundur jauh ke belakang, dan jaringan korupsi yang selama ini sudah mulai tiarap dan kelimpungan menghadapi jebakan-jebakan KPK akan kembali berpesta pora menikmati hasil korupsi," kata Kopong Medan.

Sebelumnya, Agus mengatakan saat ini KPK berada di ujung tanduk. "Bukan tanpa sebab, semua kejadian dan agenda yang terjadi dalam kurun waktu belakangan ini membuat kami harus menyatakan kondisi yang sesungguhnya saat ini," kata Agus saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis (5/9).

Menurut Agus, seleksi pimpinan KPK yang telah menghasilkan 10 nama calon pimpinan yang di dalamnya terdapat orang yang bermasalah. Selain itu, ia menyebutkan, ada sembilan persoalan di draf RUU KPK yang berisiko melumpuhkan kerja KPK.

Persoalan tersebut, yakni independensi KPK terancam, penyadapan dipersulit dan dibatasi, pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR, sumber penyelidik dan penyidik yang dibatasi, penuntutan perkara korupsi harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung. Selanjutnya, perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria, kewenangan pengambilalihan perkara di penuntutan dipangkas, kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan, dan kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas.

Selain itu, DPR juga tengah menggodok RUU KUHP yang akan mencabut sifat khusus dari tindak pidana korupsi sehingga keberadaan KPK juga terancam. "Kami menyadari betul bahwa KPK itu hanya sebagai pengguna Undang-Undang, DPR memiliki wewenang untuk menyusun RUU inisiatif, akan tetapi, KPK juga meminta teman-teman di DPR tidak menggunakan wewenang tersebut untuk melemahkan dan melumpuhkan KPK," ujar Agus.

KPK juga menyadari RUU KPK inisiatif DPR tersebut tidak akan mungkin menjadi Undang-Undang jika Presiden menolak dan tidak menyetujui RUU tersebut karena Undang-undang dibentuk berdasarkan persetujuan DPR dan Presiden.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement