Kamis 05 Sep 2019 15:39 WIB

Daya Tampung TPA Sumur Batu Menipis

Tahun ini dianggarkan Rp 6 miliar untuk perluasan TPA.

Rep: Riza Wahyu Pratama/ Red: Dwi Murdaningsih
Kondisi terkini Tempat Pembuangan Akhir Sampah Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Senin (11/2).
Foto: Republika/Dedy D Nasution
Kondisi terkini Tempat Pembuangan Akhir Sampah Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Senin (11/2).

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Sumur Batu hanya mampu menampung sampah hingga beberapa bulan ke depan. Sementara pengadaan lahan tambahan baru terealisasi pada 2021 mendatang.

Pemerintah Kota Bekasi didesak untuk segera mengubah paradigma pengelolaan sampah, sehingga sampah tak lagi ditumpuk dan dikumpulkan di TPA. Kepala Seksi Perencanaan dan Pengadaan Lahan Dinas Perumahan Permukiman dan Pertanahan Kota Bekasi, Usman Sufirman membenarkan, Pemerintah Kota Bekasi sedang melakukan pengadaan lahan tambahan untuk TPA Sumur Batu. Pengadaan lahan tersebut dilakukan secara bertahap karena terkendala anggaran.

"Dari tahun kemarin targetnya 3,8 hektare. Tapi sekarang masih terkendala (anggaran) pengadaan. Mungkin baru satu hektar tahun ini," kata Usman saat ditemui di Kantor Wali Kota Bekasi, Rabu (4/9).

Oleh karena itu, ia akan mengusulkan kembali anggaran pengadaan lahan tersebut dalam APBD 2020. "Tahun ini kurang lebih enam miliar rupiah untuk perluasan khusus TPA. Tapi untuk keseluruhannya masih kurang sekitar Rp 20 miliaran," kata dia.

Sementara itu, Kepala UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) Sumur Batu Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi, Ulfa Masropah menyatakan, perluasan lahan TPA Sumur Batu mendesak untuk dilakukan. Ia menilai, TPA Sumur Batu hanya mampu menampung sampah untuk beberapa bulan kedepan.

"Tonasenya sekitar 700-900 ton per hari, dari 12 kecamatan Kota Bekasi. Dari luas 21 hektar saat ini yang terbagi dalam enam zona. Hanya zona V dan VI yang aktif," kata Ulfa saat dihubungi Republika.co.id.

Ia melanjutkan, dari enam zona yang dimiliki, zona I dan II sudah ditutup, sedangkan zona III dan IV saat ini sudah ditutup untuk diambil gas metannya, rata-rata luas zona tersebut adalah tiga setengah hektare. Dengan daya tampung TPA yang sudah mulai menipis, Ulfa saat ini hanya berusaha untuk menata sampah di Sumur Batu.

Ulfa membenarkan, pengadaan lahan tersebut terkendala oleh anggaran. Jika anggaran perluasan lahan tersebut telah selesai, ia menyatakan, lahan baru tersebut akan digunakan untuk zona VIC.

"Nanti rencananya 2021. Ya bismillah (semoga TPA Sumur Batu masih mampu menampung sampah). Soalnya selama ini tertolong sama pemulung-pemulung itu. Misalnya, satu mobil itu ada enam kubik, itu 30 persennya diambil sama pemulung. Jadi dari 700-900 hektar itu sepertiganya diambil sama pemulung," kata dia.

Pada akhirnya, Ulfa berharap agar masyarakat dapat mengurangi sampah, khususnya plastik. "Sekarang ini seharusnya sudah mulai pemusnahan. Jadi pemerintah lagi menggandeng investor baru bagaimana caranya memusnahkan sampah," ujarnya.

Di sisi lain, Manajer Kampanye Perkotaan dan Wahana lingkungan hidup Indonesia (Walhi), Dwi Sawung mendesak pemerintah Kota Bekasi untuk segera mengubah paradigma pengelolaan sampah. Menurutnya, sampah tidak cukup dikelola dengan sistem TPA (open dumping), yakni dengan sistem dikumpulkan dan ditumpuk menjadi satu.

"Kalau hanya dikumpulkan dan ditumpuk begitu saja. Mau disediakan lahan berapapun tetap akan kurang. Pakai teknologi canggih apapun juga kurang," kata Sawung saat dihubungi Republika.co.id.

Ia menyatakan, sampah harus dikelola sejak dari sumbernya dengan cara mengelompokkan sampah sesuai dengan jenisnya. "Setidaknya kan ada tiga, organik, anorganik, dan B3. Kalau dijadikan satu di TPA sudah susah buat ngolahnya, soalnya sampah apa aja sudah jadi satu," ucap dia.

Dengan pengelompokan itu, Sawung menjelaskan, sampah akan lebih mudah dikelola, sampah organik setidaknya dapat dijadikan sebagai kompos, sedangkan sampah anorganik bisa didaur ulang, sementara sampah B3 harusnya ditangani secara khusus agar tidak menimbulkan racun bagi lingkungan.

Ia mencontohkan, Kabupaten dan Kota Bekasi memiliki kebutuhan kertas yang cukup tinggi. Ia melanjutkan, Bekasi memiliki pabrik kertas yang membutuhkan bahan baku berupa sampah kertas. "Kalau kertasnya dikumpulkan, didaur ulang, nanti mereka nggak perlu impor lagi. Hanya tinggal ambil aja dari pengelola sampah lokal," tutur Sawung.

Selain itu, klasifikasi sampah itu akan memudahkan pengintegrasian pemulung ke dalam sistem pengelolaan sampah. Menurut Sawung, pengelolaan seperti tersebut akan semakin efektif dan efisien.

"Pemerintah seharusnya lebih gencar membangun kampanye reuse, reduce, recycle. Misalnya, masyarakat menggunakan ulang plastik-plastik, pemerintah mengurangi penggunaan kertas, baru setelah itu didaur ulang sisanya," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement