Kamis 05 Sep 2019 08:44 WIB

Kemenag Belum Hubungi Korban Crane di Arab Saudi

Korban crane mengaku belum juga dihubungi Kemenag terkait santunan tersebut.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan, Wahyu Suryana, Ali Yusuf/ Red: Karta Raharja Ucu
Polisi Arab Saudi berjaga di lokasi jatuhnya crane di area Masjidil Haram, Jumat (11/9).
Foto:
Salah satu korban crane Arab Saudi.

Sementara, Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag DI Yogyakarta Sigit Warsita menyatakan tengah berada di Makkah untuk memastikan dana santunan tersebut. "Sampai saat ini dana sudah diterima Pemerintah Indonesia via Kemenlu sebanyak 35 cek," kata Sigit ketika dihubungi Republika, Rabu (4/9).

Meski begitu, Sigit mengaku belum berkomunikasi dengan keluarga korban di DIY. Sebab, mereka memang masih harus menunggu informasi dari pemerintah pusat.

"Belum, kita masih menunggu perintah dari pusat," ujar Sigit, termasuk soal mekanisme penyaluran dana santunan. Meski begitu, ia berjanji Kemenag DIY akan membantu prosesnya sesegera mungkin jika sudah mendapatkan informasi pasti.

Di Yogyakarta terdapat dua jamaah yang menjadi korban jatuhnya crane. Kedua korban merupakan anggota jamaah yang berasal dari Kabupaten Sleman. Pertama atas nama Sriyana bin Warjo Sihana yang merupakan anggota jamaah kloter 27 SOC asal Kecamatan Godean. Kedua atas nama Umi Dalijah Ahmad Rais, anggota jamaah kloter 24 SOC asal Kecamatan Berbah.

Kejadian jatuhnya crane di Masjidil Haram, Makkah, terjadi pada 11 September 2015. Peristiwa itu menewaskan lebih dari 100 orang dan mencederai lebih dari 200 orang. Jamaah haji yang menjadi korban musibah crane berasal dari Indonesia, Pakistan, India, Bangladesh, Malaysia, Turki, Aljazair, Iran, Irak, Libya, Afghanistan, dan Mesir.

Kerajaan Saudi pernah menetapkan 13 tersangka dalam kasus ini, termasuk kontraktor Bin Ladin. Namun, dalam sidang Mahkamah pada Oktober 2017, hakim yang membacakan 108 halaman naskah putusan menetapkan bahwa tidak unsur pidana dalam kasus ini. Akhirnya, 13 tersangka dibebaskan dari tuntutan hukum dan Kerajaan Saudi memutuskan bahwa ambruknya crane adalah murni bencana alam akibat badai besar yang terjadi di Makkah pada saat itu.

Wartawan Republika di Madinah, Syahruddin el-Fikri, melaporkan bahwa pada akhir Agustus 2019 lalu, KBRI Riyadh telah menerima sebanyak 36 cek dari Pemerintah Saudi yang jumlahnya mencapai 23 juta riyal, setara dengan 6,133 juta dolar AS atau senilai Rp 85,1 miliar dengan kurs Rp 14.150 per 1 dolar AS. Hal itu disampaikan Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel.

Cek yang diterima KBRI Riyadh tersebut, kata Agus Maftuh, terdiri atas dua nominal, senilai 500 ribu riyal atau setara dengan Rp 1,75 miliar untuk korban luka berat serta nominal 1 juta riyal atau setara dengan Rp 3,7 miliar untuk korban meninggal atau cacat permanen. “Itu sebanyak 35 cek, sedangkan yang satu cek lagi untuk korban luka berat. Namun, korban yang satu ini masih perlu pencocokan data paspor dan secepatnya akan direalisasikan sehingga total menjadi lengkap 36 cek,” kata dia. Dengan diterimanya santunan dari Pemerintah Arab Saudi, kata Agus Maftuh, penantian selama kurang lebih empat tahun ahli waris dari korban crane ini akan segera berakhir.

Lebih lanjut Agus menjelaskan, pihaknya telah menyampaikan detail laporan kepada kementerian terkait, seperti Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Agama RI, untuk finalisasi administrasi terkait penyampaian dana santunan kepada korban luka berat dan cacat permanen, serta para ahli waris korban meninggal dunia. “Kita berharap Kemenag RI segera memanggil para ahli waris atau korban luka berat dan cacat permanen untuk mendapatkan santunan. Bagaimana teknisnya, kita serahkan sepenuhnya kepada Kemenag,” ujar Maftuh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement