REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia belum lepas dari darurat bahaya pornografi. Anak-anak yang kecanduan pornografi pun berpotensi menjadi pelaku kekerasan seksual. Hal ini dibenarkan psikolog anak dan remaja, Ratih Zulhaqqi.
Dia mengatakan, paparan pornografi mirip dengan obat-obatan terlarang. Anak-anak yang telanjur kecanduan pornografi, menurut dia, masih bisa disembuhkan. Upaya penyembuhan memerlukan dukungan orang-orang terdekat, terutama keluarga.
Pornografi membuat penikmatnya ketagihan sehingga kehilangan kendali diri. Sebelumnya, riset End Child Prostitution and Trafficking (ECPAT) Indonesia menemukan, sekitar 50 persen anak yang kecanduan pornografi pernah melakukan kekerasan seksual kepada anak lain.
“Mengapa anak-anak terpapar pornografi ini paling mudah menjadi pelaku kekerasan? Karena perkembangan otak bagian depan mereka belum matang. Ketika memeroleh informasi apa pun, jadi bermasalah, tidak dapat dicerna dengan baik. Akhirnya, mereka tidak bisa mengontrol perilakunya,” ujar Ratih Zulhaqqi saat dihubungi Republika, Rabu.
Ratih menyebut pemberian pendidikan seksual kepada anak-anak menjadi faktor penting untuk mencegah kecanduan pornografi. Dia mengaku pernah menerima pasien seorang anak yang terpapar pornografi. Si anak sampai-sampai pernah merekam kakaknya yang lawan jenis saat sedang mandi. “Setelah ditelusuri, ternyata (anak) tidak mendapatkan pendidikan seks dari orang tua mengenai hal ini,” kata Ratih.
Pendidikan seks diberikan sesuai umur. Misalnya, anak usia dua tahun diberikan pengetahuan tentang membersihkan area kemaluan dengan bersih sesudah buang air kecil dan besar. Saat berusia tiga tahun, anak dapat dinasihati tentang bagian-bagian tubuh yang tidak boleh disentuh oleh selain orang tua. Misalnya, mulut, bokong, dada, atau alat kelamin.
Pemberian pendidikan seks juga mencakup interaksi sosial. Misalnya, cara berpakaian atau tingkah laku. Anak juga harus menolak dicium atau dipeluk orang asing.
Sebelumnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Susana Yembise mengajak seluruh orang tua di Tanah Air untuk menyadari bahaya paparan pornografi yang tersebar melalui internet. “Jangan sampai suatu saat anak-anak kita di masa depan menyalahkan kita karena para orang tua membiarkan anak-anak dari pornografi,” kata Menteri Yohana saat mencanangkan desa/kelurahan bebas pornografi di Jakarta, Selasa (3/9).
Dia mengakui, Indonesia termasuk telat dalam mengantisipasi sebaran konten pornografi di dunia maya. Masih jamak orang tua yang membolehkan anak-anak memegang gawai. “Di Indonesia, bayi saja sudah dikenalkan ponsel cerdas,” ucap dia.
Warnet (ilustrasi).
Awasi Warnet
Sementara itu, Deputi Perlindungan Anak Kementerian PPPA Nahar mengingatkan, pornografi sudah merambah ke perdesaan melalui warung-warung internet (warnet) yang minim pengawasan. “Muaranya dari warung internet. Masyarakat perdesaan mengenal dunia maya, lalu pornografi,” kata Nahar, Selasa.
Saat dikonfirmasi, pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengaku baru mendapatkan laporan terkait warnet di perdesaan digunakan untuk mengakses pornografi. Plt Kepala Biro Humas Kemenkominfo Ferdinandus Setu mengatakan, berdasarkan riset yang dilakukan pihaknya dan laporan masyarakat selama ini, jumlah warnet kian sedikit. Pada umumnya, warnet hanya menyewakan jasa akses gim daring.
“Jadi, kami pikir penggunaan warnet telah bergeser untuk persewaan games, dan ini baru pertama kalinya kami mendapatkan notifikasi bahwa warnet-warnet digunakan untuk mengakses pornografi, apalagi warnet di perdesaan,” ujar dia saat dihubungi Republika, Rabu.
Ferdinandus mengatakan, pihaknya akan mengecek masalah ini ke Kementerian PPPA. Jika laporan itu benar adanya, maka Kemenkominfo dapat membuat surat edaran atau langsung mengawasi warnet-warnet yang bersangkutan melalui tiap dinas kominfo di daerah.
“Kalau ada warnet yang terbukti menyediakan akses pornografi, maka izin internetnya akan kami cabut karena pornografi tidak boleh dibiarkan. Apalagi, kami memang fokus memblokir website pornografi,” kata dia.
Sejauh ini, Kemenkominfo telah memblokir sekitar satu juta situs. Hampir 90 persen di antaranya merupakan situs penyedia pornografi. n rr laeny sulistyawati/antara, ed: hasanul rizqa