REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pakar Partai Golkar, Agung Laksono menilai pengambilan sumpah untuk mendukung Airlangga Hartanto bukanlah sebuah masalah. Menurutnya, kegiatan tersebut merupakan inisiatif DPD Partai Golkar Jawa Barat.
"Memang baiat sendiri bukan sesuatu yang diharamkan ya, boleh-boleh saja, biasa-biasa saja itu," ujar Agung saat dikonfirmasi, Senin (2/9).
Namun, ia meminta Airlangga untuk menanggung akibat dari aktivitas tersebut. Karena, pengambilan sumpah dengan kitab suci tidak tertera dalam AD/ART Partai Golkar.
Ia pun menegaskan, pengambilan sumpah tersebut merupakan inisiatif, bukan juga perintah dari DPP Partai Golkar. Sehingga ia tak bisa melarang hal tersebut.
"Ini bukan perintah atau instruksi DPP, itu kehendak daerah. Itu tidak ada yang salah, saya rasa biasa juga di berbagai daerah," ujar Agung.
Diketahui, pengambilan sumpah itu dipimpin oleh Ketua DPD I Jabar Dedi Mulyadi. Setelah disumpah, para pengurus menandatangani perjanjian untuk mendukung dan memilih Airlangga sebagai ketum di Munas yang akan datang.
Dalam video yang beredar, sumpah itu awalnya dibacakan oleh Dedi, kemudian diikuti pengurus DPD I dan DPD II Jabar di Masjid Tajug Gede Cilodong, Purwakarta, Sabtu (31/8).
Pembacaan sumpah juga disaksikan beberapa pengurus DPP Golkar, termasuk Ketum Airlangga Hartarto serta Melchias Marcus Mekeng yang juga merupakan pengurus DPP Golkar.
Wakil Korbid Pratama Golkar, Bambang Soesatyo (Bamsoet) menilai pengambilan sumpah sejumlah pengurus DPD II Partai Golkar di bawah Alquran tak lazim. Apalagi pengambilan sumpah itu berkaitan dengan pencalonan Airlangga Hartanto sebagai Ketua Umum partai tersebut.
Menurutnya, pengambilan sumpah di bawah kitab suci merupakan sesuatu yang sakral. Serta, tanda bahwa seseorang sudah bersumpah sesuai kepercayaan masing-masing untuk mengemban amanah rakyat.
"Lazimnya seremoni pengucapan sumpah di muka kitab suci itu dilakukan oleh para pejabat di level jabatannya masing-masing, agar yang bersangkutan mengingat dengan sungguh-sungguh amanah yang diberikan," ujar Bamsoet.
Kepemimpinan Airlangga juga dinilai mencoreng karakter partai nasionalis itu, dengan pengambilan sumpah di bawah kitab suci. Karena kitab suci merupakan simbol agama yang penting, dan tidak seharusnya dipergunakan untuk menyumpah seseorang untuk mendukung Airlangga.
"Apabila terjadi salah tafsir atas aksi sumpah politik ber-Alquran kepada Airlangga itu, maka Golkar menghadapi situasi bahaya secara ideologis," ujar Bamsoet.