REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung menahan Sekretaris Daerah Jawa Barat nonaktif Iwa Karniwa seusai pemeriksaan perdananya sebagai tersangka pada Jumat (30/8). Tersangka baru dalam kasus suap perizinan proyek Meikarta itu ditahan selama 20 hari kedepan untuk kepentingan proses penyidikan.
"IWK ditahan 20 hari di rutan Pomdam Jaya Guntur," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, Jumat (30/8).
Dalam kasus Iwa, kata Yuyuk, KPK tidak hanya berhenti pada kasus suap Meikarta. KPK juga mendalami informasi dari masyarakat terkait Iwa selama menjabat sebagai Sekda Jabar. "KPK juga sedang mendalami informasi lain yang diterima dari masyarakat terkait yang bersangkutan selama menjadi Sekda," kata Yuyuk.
Sekretaris Daerah Jawa Barat Iwa Karniwa berjalan meninggalkan gedung seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (30/8/2019).
Sejauh ini KPK terus menelisik peran pihak lain yang ikut menikmati suap Mega Proyek milik Lippo Group tersebut. Terlebih, berdasarkan temuan baru dan sejumlah fakta persidangan yang menyatakan terdapat unsur legislator yang ikut bermain dalam proyek ini.
Seusai menjalani pemeriksaan, Iwa yang mengenakan rompi tahanan mengatakan, akan mendukung proses hukum yang sedang dijalaninya. Dia meminta semua yang berkaitan dengan dia ditanyakan kepada kuasa hukumnya.
"Alhamdulillah tadi udah mendapatkan pemeriksaan secara baik dan profesional oleh penyidik dan saya akan ikuti proses. Mengenai substansi, silakan ke penasihat hukum. Terima kasih teman teman," tutur Iwa.
Iwa terjerat dalam pengembangan perkara suap izin pembangunan Meikarta yang berawal dari kegiatan tangkap tangan pada 14 dan 15 Oktober 2018. Diduga, Iwa meminta uang Rp 1 miliar kepada Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi Nurlaili terkait pengurusan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi.
Sejak awal pekan, KPK telah memeriksa secara terpisah mantan gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan (Aher) dan Deddy Mizwar. Keduanya diperiksa untuk mendalami perbuatan Iwa.
Aher mengaku dicecar KPK terkait fungsi BKPRD Jabar. "Tadi ditanya fungsinya BKPRD, saya katakan fungsinya adalah memberi rekomendasi atas izin atau nonizin, ya, sebelum izin tersebut diproses lebih lanjut oleh Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP)," kata Aher di gedung KPK Jakarta, Selasa (27/8).
Aher menjelaskan, kepada penyidik, sebuah izin atau nonizin yang berkaitan dengan tata ruang, harus ada rekomendasi terlebih dahulu dari BKPRD sebelum izin tersebut dikeluarkan oleh DPMPTSP. Ia pun mengungkapkan, awalnya BKPRD dibentuk dan diketuai Iwa Karniwa yang kemudian diganti oleh wakil gubernur saat itu, Deddy Mizwar.
"Tapi kemudian, pada awal tahun 2018, BPRN atau Badan Penata Ruangan Nasional-nya bubar. Nah, kemudian BKRPD ditawarkan bubar atau diserahkan ke dinas terkait. Nah, kami memilih diserahkan ke dinas terkait," kata Aher.
Sementara itu, Deddy Mizwar mengaku materi pemeriksaan tak jauh berbeda dengan sebelumnya. Dalam kasus ini, Deddy juga pernah dimintai keterangan terkait mantan bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan lainnya. "Intinya adalah memperdalam BAP (berita acara pemeriksaan) saya yang pertama dengan tersangka bupati dan kawan-kawan. Kali ini dengan tersangka Pak Iwa," ungkap Deddy.
Penyidik, kata Deddy, juga masih mendalami hasil rapat di BKPRD. "Jadi, ada keputusan-keputusan BKPRD yang dikaji kembali, ditanyakan kembali, dan beberapa surat yang saya juga baru tahu .Ya, konfirmasi tentang hal-hal tersebut," kata Deddy. n dian fath risalah, ed: ilham tirta