Jumat 30 Aug 2019 13:47 WIB

Pendekatan Kultural Airnav Menjamin Keselamatan Penerbangan

Keluhan pilot membuat Airnav memberi solusi diadakannya Festival Balon Udara.

Petugas ATC AirNav Indonesia memanta pergerakan pesawat di Bandara Kualanamu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara.
Foto: Septianda/Antara
Petugas ATC AirNav Indonesia memanta pergerakan pesawat di Bandara Kualanamu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara.

REPUBLIKA.CO.ID, Erik Purnama Putra/Wartawan Republika

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) 77 Tahun 2012 tentang Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI), Airnav Indonesia merupakan satu-satunya penyelenggara navigasi penerbangan di Indonesia. Karena itu, tugas Airnav tidak semata mengatur lalu lintas pesawat, melainkan juga menjamin keselamatan jalur penerbangan.

Salah satu titik rawan penerbangan selama ini terdeteksi di kawasan Pekalongan hingga Wonosobo, Jawa Tengah. Hal itu terkait laporan dari beberapa pilot yang melihat balon udara terbang di atas 25 ribu kaki hingga sampai 30 ribu kaki, yang bisa membahayakan jalur operasi pesawat komersial. Balon udara berukuran besar itu rata-rata diterbangkan masyarakat sebagai bentuk tradisi Lebaran hingga Syawalan atau sepekan usai Hari Raya Idul Fitri.

Airnav Cabang Yogyakarta mencatat, dalam waktu sepekan usai Lebaran, tepatnya pada 5 Juni hingga 13 Juni 2019, saja terdapat 24 laporan yang masuk terkait balon udara liar di jalur penerbangan dari Jakarta menuju Yogyakarta. Bahkan, didapati ada balon udara berdiameter tujuh meter, yang jika tersedet mesin pesawat bisa menimbulkan kebakaran hebat.

"Pilot khawatir kalau sampai nabrak balon maka selesai (bisa tabrakan pesawat dan berpotensi meledak) itu," kata Nono Sunariyadi mantan General Manager Airnav Cabang Yogyakarta yang belum lama ini dimutasi menjadi Kepala Divisi Kesiapan Teknik Airnav saat berbincang dengan Republika, kemarin.

Nono mengatakan, keluhan yang disampaikan pilot terkait balon udara yang dilepas masyarakat hingga menyentuh jalur penerbangan memang sangat membahayakan keselamatan pesawat. Selain mengganggu pandangan pilot, sambung dia, kalau keberadaan balon udara tertutup awan dan bersenggolan dengan pesawat maka hal-hal buruk bisa terjadi. Karena itu, langkah pencegahan dan antisipasi harus dilakukan Airnav agar insiden buruk tidak sampai terjadi.

Salah satu tolok kinerja Airnav dilihat dari sisi safety adalah mengacu perkembangan dan standar yang diatur secara ketat dalam Civil Aviation Safety Regulations (CASR). Nono menuturkan, laporan pilot terhadap balon udara liar sudah berlangsung bertahun-tahun. Selama ini, pihaknya bersama TNI AU dan jajaran pemerintah daerah (pemda) kerap melakukan razia ke masyarakat yang ingin menerbangkan balon udara.

Pun dibuat aturan bagi masyarakat yang ingin menerbangkan balon udara harus melapor ke otoritas terkait. Namun, langkah itu lama-lama dianggap tidak efektif. Pasalnya, yang dihadapi adalah sebuah kebiasaan masyarakat yang sulit dihentikan. Karena itu, tindakan berikutnya dipilih dengan Airnav terjun langsung menyosialisasikan aturan keselamatan penerbangan kepada masyarakat.

Pertama, pihaknya mendatangi dahulu pemda, hingga berikutnya menggandeng Koramil, Polsek, kecamatan, dan tokoh pemuda, untuk mengajak masyarakat tidak lagi menerbangkan balon udara. Nono mengakui, menyadarkan masyarakat untuk tidak menerbangkan balon yang bisa mengancam keselamatan penerbangan, bukan pekerjaan mudah dan membutuhkan waktu tidak sebentar. 

"Dari keluhan-keluhan pilot itu, kita bergerak tindak lanjut sosialisasi ke daerah yang banyak menerbangkan balon udara. Kita jelaskan, ini lho, pelepasan balon udara itu sangat menggangu operasional penerbangan. Kebetulan Pekalongan, Wonosobo, dan daerah sekitarnya itu pasti dilewati pesawat yang mau masuk Yogya," ucap Nono.

Dia menyatakan, langkah sosialisasi yang dilakukan jajaran Airnav terus dievaluasi ketika hasilnya dirasa tidak efektif. Pasalnya, masih saja ada warga yang tidak bisa menahan diri untuk melepas balon udara, yang memang merupakan kegiatan yang sudah berlangsung puluhan tahun itu. Karena keselamatan penerbangan tak bisa ditawar-tawar, pihaknya memutuskan untuk tetap bisa mewadahi kearifan lokal yang ada di masyarakat tanpa mengorbankan kepentingan dunia penerbangan.

Setelah bersepakat dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Pekalongan, kata Nona, akhirnya pada 2018, dibuat keputusan agar diadakan Festival Balon Udara yang berlangsung di Stadion Hoegeng. Pesertanya warga yang selama ini senang membuat balon udara untuk dilepas, namun dalam festival ini balon udara harus ditambatkan alias diberi tali. Keputusan itu ternyata melegakan semua pihak, karena kreasi warga dalam membuat balon udara tersalurkan, sementara gangguan jalur penerbangan dapat diatasi.

"Kita menghendaki tidak ada sama sekali pelepasan balon udara. Itu tidak gampang. Akhirnya dibuatlah festival supaya kesenangan mereka terakomodasi, tapi jalur penerbangan pesawat tak lagi terganggu balon udara," kata Nono.

photo
Festival Balon Udara digelar Airnav dan pemda untuk keselamatan penerbangan.

Nono pun merasa lega lantaran bisa mewadahi kreativitas masyarakat yang membuat balon udara untuk ikut festival yang sudah berlangsung pada 2018 dan 2019. Kalau dahulu balon dilepas secara bebas, kini balon itu ditambatkan untuk diikutkan dalam perlombaan. Sehingga, pendekatan kultural yang dilakukan Airnav dalam menjaga keamanan jalur penerbangan steril dari gangguan apa pun akhirnya terwujud.

Anangga, salah satu pilot Sriwijaya Air mengapresiasi langkah yang ditempuh Airnav dalam memberikan jaminan keamanan jalur penerbangan. Dia yang kerap terbang menuju Bandara Adisutjipto, memang belum pernah mengalami gangguan berpapasan dengan balon udara. Namun, langkah antisipasi dengan melarang pelepasan balon udara itu merupakan sebuah langkah bijak untuk memastikan keselamatan penumpang dan kru pesawat yang terdiri ratusan orang sekali terbang.

"Selama bisa dipastikan tali balon udara tidak sampai lepas, dan dilakukan di luar radius 25 nautical mile dari bandara, ini (festival) merupakan langkah bagus," kata Anangga.

Perjuangan Airnav

Ada kisah menarik terkait perjalanan panjang Airnav yang terus berupaya untuk menghalau masyarakat melepas balon udara hingga akhirnya didapat solusi jitu, yaitu Festival Balon Udara. Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Pekalongan, Slamet Prihantono menuturkan, ia mendapat tanggung jawab besar ketika ditunjuk Wali Kota Pekalongan Saelany Machfudz, untuk menyosialisasikan larangan menerbangkan balon udara yang diterbitkan Airnav. 

Pasalnya, kawasan Pekalongan selama ini dilintasi sekitar 500 penerbangan setiap harinya. Setiap ada laporan balon udara akan diterbangkan warga, pihaknya bersama aparat gabungan, terdiri TNI, kepolisian, dan Satpol PP, melakukan razia. Namun, balon udara yang dilepas masyarakat tidak kunjung berkurang. 

"Jadi awalnya memang Airnav itu datang kepada kita terkait banyaknya masyarakat melepaskan balon udara secara bebas. Padahal, Pekalongan itu merupakan lintasan lintasan jalur penerbangan pesawat yang membuat pilot itu komplain," kata Totok, panggilan akrabnya saat berbincang dengan Republika, belum lama ini.

Ketika suatu kawasan didatangi, sambung dia, warga yang diberi penjelasan memang memahami bahaya menerbangkan balon udara. Mereka juga berjanji tidak lagi menerbangkan balon udara. Namun, di kawasan lain balon udara masih terus diproduksi dan diterbangkan. Begitu terus tanpa ada solusi. Padahal, menurut Totok, penerbangan balon udara itu sangat membahayakan jalur penerbangan pesawat yang melalui jalur udara Kota Pekalongan dan sekitarnya.

Totok menuturkan, memang pelepasan balon udara itu merupakan tradisi masyarakat Kota Pekalongan yang berlangsung bertahun-tahun. Mereka melakukan kegiatan itu pada momen tertentu, seperti Syawalan atau ada acara di kampungnya. Setelah menimbang masalah yang dihadapi adalah kegiatan turun-menurun di masyarakat, pihaknya pun akhirnya mengubah strategi pendekatan ke masyarakat.

"Dahulu balonnya dilepas secara tradisional dan belum canggih. Sekarang karena kemajuan teknologi, dimensi balon terlalu besar dan daya terbangnya melampaui lintasan pesawat. Hingga ada informasi balon jatuhnya sampai di luar Pulau Jawa," ucap Totok.

Totok melanjutkan, pihaknya bersama perwakilan Airnav terus berdiskusi secara intens, hingga mengambil jalan tengah persoalan itu. Bersama stakeholder terkait, dibuat keputusan keamanan jalur penerbangan tetap diutamakan, namun tradisi masyarakat juga tidak boleh dihentikan. 

Totok menegaskan, kemudian diputuskan balon udara buatan warga harus ditambatkan. Dengan diberi tali, balon udara itu tidak bebas sembarangan terbang ke atas. Namun, tetap saja masih ada masyarakat yang tidak mengindahkan aturan itu hingga tetap melepaskan balon udara.

"Kita sudah berupaya bertahun-tahun melarang masyarakat, hasilnya ya parsial, masih ada saja yang melepas balon udara, sampai wilayah tetangga di Kabupaten Batang," ucap Totok.

Karena sosialisasi dan imbauan tidak terlalu membuahkan hasil, lanjut dia, Pemkot Pekalongan dan Airnav pun menghasilkan ide brilian dengan membuat Festival Balon Udara pada 2018. Ketika keputusan itu dibuat, Totok yang ditunjuk sebagai ketua panitia Festival Balon Udara langsung mendatangi komunitas pecinta balon udara dan tokoh masyarakat untuk mengamankan kebijakan tersebut.

Berikutnya, mereka membentuk Komunitas Sedulur Balon Pekalongan (KSBP), di mana Totok ditunjuk sebagai salah satu penanggung jawabnya. KSBP terdiri sekitar 300 anggota yang selama ini rutin membuat balon udara untuk diterbangkan.

Totok yang terus menjalon komunikasi dengan pihak Airnav, berusaha mengayomi para anggota KSBP untuk taat aturan. Dia selalu berpesan, pelepasan balon udara tidak usah dilakukan lagi, dan sebaiknya mereka ikut festival yang di dalamnya diadakan lomba desain dan motif gambar terbaik.

"Untuk menarik komunitas pecinta balon mau ikut, ya dilombakan. Solusi itu disepakati. Karena di situ balon ditambatkan dan tradisi tetap ada, sementara penerbangan tidak lagi terganggu. Dan akhirnya malah menjadi destinasi dan ikon wisata baru Pekalongan," kata Totok.

Dengan dukungan Airnav, menurut Totok, festival itu berlangsung sukses, karena pesertanya berusaha menampilkan balon dengan gambar lucu dan unik yang menarik perhatian pengunjung. Bahkan, banyak yang membuat motif batik Pekalongan di balon udara miliknya agar bisa menjadi yang terbaik ketika dinilai juri. Melihat hal itu, Totok merasa senang festival yang berlangsung dua tahun terakhir, berjalan sukses. 

Pun, saat ini laporan pelepasan balon udara jauh menurun. Meski masih ada saja warga nakal yang secara sembunyi-sembunyi menerbangan balon udara, menurut Totok, petugas dibantu anggota KSBP malah mengingatkan orang tersebut untuk tidak lagi melakukan kegiatan yang membahayakan keselamatan penumpang pesawat itu.

"Kemajuan festival juga pesat sekali, dari 2018 itu diikuti sekitar 30-an balon maka tahun ini sampai lebih 100 balon yang ikut dilombakan. Masyarakat mulai sadar untuk tak lagi melepas balon sembarangan," kata Totok.

Dia pun membeberkan kunci kerja sama Pemkot Pekalongan dan Airnav dalam mengedukasi masyarakat dalam rangka mencegah kecelakaan pesawat di udara. Cara yang dilakukan agar masyarakat tak lagi melepaskan balon udara, kata Totok, adalah dengan mendatangi mereka melalui pengajian, pertemuan di kelurahan dan kecamatan, hingga beraudiensi dengan paguyuban atau komunitas pecinta balon udara. 

Ketika disampaikan dampak bahaya pelepasan balon udara dan pemberian solusi berupa festival, kata dia, akhirnya semua paham bahwa tindakan warga selama ini bisa merugikan orang lain. Alhasil, langkah pencegahan Airnav dalam mensterilkan jalur penerbangan agar pesawat tidak berpapasan dengan balon udara yang membahayakan keselamatan penumpang, berhasil dengan tanpa menghapus tradisi di masyarakat.

"Ini komunitas balon udara berkembang dan mereka terus berkreasi. Dengan dukungan dana CSR Airnav, ini semua dapat terwujud," ucap Totok. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement