Jumat 30 Aug 2019 07:50 WIB

Audit Investigasi BPK Tetap Harus Dikonfirmasi Auditee

Asas asersi mewajibkan auditor memeriksa pihak yang diperiksa.

Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih (tengah) didampingi anggota pansel memimpin tes wawancara dan uji publik Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) periode 2019-2023 di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (27/8).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih (tengah) didampingi anggota pansel memimpin tes wawancara dan uji publik Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) periode 2019-2023 di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (27/8).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ahli hukum I Gde Pantja Astawa mengkritisi pernyataan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) I Nyoman Wara di depan panel seleksi Capim KPK. Pantja menyoroti perkataan I Nyoman Wara yang mengatakan dirinya tak perlu melakukan konfirmasi kepada auditee dalam melaksanakan tugas audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Pernyataan itu tidak benar dan bertentangan dengan ketentuan UU dan peraturan BPK yang berlaku," ujar Prof Pantja, di Jakarta.

Berdasarkan asas asersi pemeriksaan, Guru Besar Hukum Administrasi Negara Unpad itu menegaskan, auditor BPK harus mengkonfirmasi pihak yang diperiksa (auditee) dalam pemeriksaan. Baik pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja maupun pemeriksaan dengan tujuan tertentu yang antara lain dalam bentuk pemeriksaan investigatif

Pernyataan I Nyoman Wara tersebut karenanya, menurut Prof Pantja, bertentangan dengan ketentuan UU No 15 tahun 2006 tentang BPK (UU BPK) dan Peraturan BPK No 1 tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). Dalam suatu pemeriksaan itu sekurang-kurangnya harus ada tiga unsur.

Pertama, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) harus diterbitkan oleh lembaga berwenang, dalam hal ini BPK. Kedua, dia harus memperhatikan dan menjadikan SPKN sebagai pegangan atau dasar pemeriksaan. Ketiga, harus memperhatikan satu prinsip, yaitu asas asersi.

"Asas asersi yaitu mewajibkan auditor memeriksa pihak yang diperiksa, karena yang diperiksa harus dikonfirmasi apapun jenis pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK,” katanya menegaskan.

Mantan anggota Majelis Kehormatan Kode Etik BPK ini mengatakan aturan itu dimaksudkan agar pihak yang diperiksa memiliki kesempatan untuk mengkaji, menelaah, dan membela diri. Asas ini mutlak alias tidak bisa ditawar lagi dalam suatu pemeriksaan jenis apapun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang BPK.

“Kalau asas asersi ini tidak dipenuhi, saya berani katakan LHP dinyatakan batal demi hukum. Mengapa? karena norma UU menentukan demikian," kata Pantja.

Sebelumnya, Capim KPK yang berasal dari BPK, I Nyoman Wara, menjelaskan audit BPK 2017 terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dalam perkara Syafruddin Arsyad Temenggung. Dalam audit itu, Nyoman mengakui bahwa dirinya tidak melakukan konfirmasi terhadap pihak terperiksa karena dalam audit investigasi tidak perlu meminta tanggapan pihak terperiksa.

Alasannya karena audit investigatif sifatnya rahasia sehingga berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), tidak perlu dimintakan tanggapan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement