REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, mengungkapkan, diantara 1.750 akun yang telah dilaporkan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) ada akun yang berasal dari dari luar negeri. Kepolisian tengah mendata profil pemilik akun-akun tersebut.
“Ada di luar negeri ada juga di dalam negeri. Itu masih, nanti buka profil dulu,” kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (29/8).
Ia menerangkan, dari akun-akun tersebut, ada yang berperan sebagai agregator, buzzer, dan second line buzzer. Itu didapatkan setelah dilakukan pemetaan dan profiling dari 1.750 akun tersebut. Akun-akun itu menghasilkan 32 ribu konten.
"Kata-kata yang provokatif yang penghinaan, ujaran kebencian, itu yang dilakukan pemblokiran oleh Kominfo," katanya.
Menurut dia, saat ini belum ada penambahan jumlah akun yang dilaporkan ke Kemenkominfo. Meski begitu, Dedi mengatakan, pihaknya terus meminta pihak kementerian terkait untuk menghapus dan menindak akun-akun yang telah dilaporkan.
“Beberapa hari ini saya masih tanya untuk segera dilakukan penindakan hukum terhadap akun yang sudah betul-betul dilakukan identifikasi dan diketahui lokasinya,” kata dia.
Sebelumnya, sedikitnya 32 ribu konten yang dianggap provokatif dan hoaks terkait situasi di Papua dan Papua Barat dihapus paksa oleh tim gabungan siber Polri. Bersama Kemenkominfo dan Badan Siber Sandi Negara (BSSN), patroli dunia maya mencatat ada sekitar 1.700-an akun media sosial (medsos) yang dituduh penyebar konten-konten negatif tersebut.
Dedi mengatakan, tim siber gabungan melakukan patroli selama hampir dua pekan sejak 24 Agustus lalu. Laporan sementara sampai 27 Agustus, kata dia, tercatat penyebaran konten yang dianggap provokatif dan hoaks terkait Papua dan Papua Barat, paling banyak beredar lewat jejaring medsos Facebook dan Twitter.