Jumat 30 Aug 2019 03:03 WIB

Emosi Massa di Papua Diduga Akibat Pengadangan

Ketua Gereja menyebut massa mendapatkan pengadangan untuk menuju lokasi unjuk rasa

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas kepolisian melepaskan tembakan gas air mata untuk menghalau massa saat berlangsungnya aksi unjuk rasa di Jayapura, Papua, Kamis (29/8/2019).
Foto: Antara/Indrayadi TH
Petugas kepolisian melepaskan tembakan gas air mata untuk menghalau massa saat berlangsungnya aksi unjuk rasa di Jayapura, Papua, Kamis (29/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Sinode Gereja Kingmi, Benny Giay, mengungkapkan, saat ini, memang masih ada aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh masyarakat Papua di beberapa titik, salah satunya di Kota Jayapura, Papua. Menurut dia, massa yang hendak menuju lokasi unjuk rasa mengalami pengadangan beberapa kali. 

Ia menjelaskan, massa mendapatkan pengadangan minimal satu kali untuk menuju lokasi unjuk rasa. Mereka harus berulang kali bernegosiasi untuk mencapai lokasi tersebut. Ia menduga, hadangan itulah yang menyebabkan emosi massa tersulut.

Baca Juga

"Mereka dihalangi di beberapa titik. Sudah mau jam 1 (WIT) ini, waduh baru sampai Waena itu ya. Lalu sampai Sentani itu 2, 3, 4 kali dihalangi. Setelah negosiasi baru jalan lagi," tutur Benny melalui sambungan telepon, Kamis (29/8).

Ia pun mengatakan, seharusnya, massa yang hendak melakukan unjuk rasa itu tidak perlu dihalang-halangi. Mereka, kata dia, hendak berunjuk rasa merespons tindakan rasisme yang terjadi di beberapa daerah di Jawa Timur beberapa waktu lalu.

"Kemarin ujaran-ujaran rasis itu tidak ada langkah dari pemerintah dan itu bukan baru. Tahun 2017 di Surabaya, Sleman sama itu, kemudian Malang. Sebelumnya tahun berapa itu di Yogyakarta. Jadi saya kira, aduh ini sudah sampai puncak ini," jelas dia.

Menurutnya, situasi di Waena sempat memanas karena mendengar massa yang ada di Abepura sudah berjalan ke lokasi unjuk rasa. Ia juga mendengar, di Abepura, massa unjuk rasa mengibarkan bendera bintang kejora.

Benny juga menuturkan, pihaknya telah menyebarkan selebaran kepada masyarakat di Papua. Selebaran tersebut berisi imbauan untuk melakukan unjuk rasa dengan tidak anarkis dan tidak mengibarkan lagi bendera bintang kejora.

"Kami sudah mengimbau, kami harap tidak mengibar bendera bintang kejora lagi, tidak bakar bendera lagi yang merah putih, tidak boleh bawa alat tajam, tidak boleh anarkis," ujar Benny.

Benny mengatakan, imbauan tersebut disebarkan dengan menggunakan selebaran kepada masyarakat Papua. Imbauan tersebut dilakukan karena belajar dari apa yang terjadi di Deiyai, Papua, kemarin. Aksi unjuk rasa yang berujung rusuh yang memakan korban jiwa.

Ronggo Astungkoro

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement