Kamis 29 Aug 2019 17:49 WIB

Baiq Nuril, Korban yang Dikorbankan

Jika nilai keadilan dan kewajaran dikedepankan, Baiq Nuril layak dibebaskan.

Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Transaksi dan Informasi Elektronik (UU ITE), Baiq Nuril Maknun menyeka air mata saat menjawab pertanyaan wartawan pada Forum Legislasi bertema 'Baiq Nuril Ajukan Amnesti , DPR Setuju?' di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (10/7/2019).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Transaksi dan Informasi Elektronik (UU ITE), Baiq Nuril Maknun menyeka air mata saat menjawab pertanyaan wartawan pada Forum Legislasi bertema

Kesadaran dan Solusi

Musibah yang menimpa Baiq Nuril bukanlah kiamat baginya, justru itu wujud dari kejujuran yang terungkap kepermukaan, atas kejadian sesunguhnya. Melalui Keputusan Presiden, Baiq Nuril dinyatakan bebas.

Kebebasan Baiq Nuril bermula ketika ia mengajukan amnesti kepada Presiden lalu dikabulkan. Hingga akhirnya Baiq Nuril dapat bernafas legah dan berkumpul kembali bersama keluarganya. Peristiwa ini paling tidak telah menyadarkan logika publik dan Presiden atas “keadilan” sebenarnya. Mengingat bukti dari kesadaran itu ialah dengan tindakan Presiden dalam bentuk suatu Keputusan.

Aksi baik Presiden dinilai memang membahagiakan sebagain orang, tak terkecuali kepada yang bersangkutan. Namun di balik aksi baik itu, kiranya masih menyisahkan persoalan yang tak kunjung usai ke depannya, yaitu masih eksisnya norma yang terdapat dalam UU ITE, terutama yang menyangkut ketentuan Pasal 27 ayat (1), yang mana sebelum-sebelumnya telah banyak meminta “tumbal” bagi siapa saja yang dirasa melanggarnya.

Karena itu menurut saya, agar ke depannya tidak ada lagi “tumbal” baru, mestinya Presiden bersikap tegas terhadap UU ITE, misalnya saja Presiden bisa menggunakan kewenangannya yang diberikan oleh konstitusi, yaitu dengan mengeluarkan Perppu. Perppu dirasa cukup ampuh untuk membunuh “makhluk” yang bernama UU ITE, mengingat banyaknya korban yang berjatuhan dan demi kemaslahatan berbangsa dan bernegara menjadi beralasan telah terjadinya kegentingan.

Atau paling tidak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersikap untuk melakukan revisi atau sejenisnya terhadap UU itu. Apalagi tak jarang norma dalam UU ITE tersebut dijadikan alat untuk mengkriminalisasi atau membungkam kebebasan berpendapat yang itu dijamin oleh konstitusi.

TENTANG PENULIS:

Alungsyah, Peneliti pada Sidin Constitution

A. Irmanputra Sidin & Associates, Praktisi Hukum

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement