REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris, mengatakan pihaknya mengusulkan pelaksanaan pemilu yang serentak tidak lagi dilakukan. Pemilu serentak sebaiknya dipisah antara pusat dengan daerah.
Menurut Syamsuddin, usulan ini sudah menjadi skema yang disepakati bersama koalisi masyarakat sipil peduli pemilu. Akan tetapi, skema yang diusulkan mereka ini berbeda dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 14/PUU-XI/2013.
"Skema kami beda dengan yang diputuskan oleh MK. Yang diputuskan oleh MK itu teknisnya saat ini tertuang dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, yang mana serentak untuk lima pemilihan (Presiden, DPR RI, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota)," ujar Syamsuddin saat memberikan paparan dalam rilis survei LIPI terkait evaluasi pemilu serentak 2019 di Gedung Widya Graha LIPI, Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (28/8).
Sementara itu, skema yang diusulkan pihaknya memisahkan keserentakan pemilu nasional (Pilpres, Pileg DPR RI dan DPD) dengan keserentakan pemilu lokal (pilkada, pileg DPRD provinsi, pileg DPRD Kabupaten/kota). Namun, dia tidak melihat usulan ini akan diakomodasi oleh pemerintah dalam waktu dekat.
Pasalnya tahun depan pemerintah akan menggelar hajatan pilkada terbesar di 270 daerah. Selain itu, Syamsuddin pun mengingatkan agenda pemerintah yang lebih fokus kepada persiapan pemindahan ibu kota negara.
"Walaupun pada 2024 mendatang pemerintah akan menggelar pemilu nasional dan pilkada serentak secara bersamaan. Kami sendiri belum tahu akan seperti apa perkembangan rencananya, " tegasnya.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 yang dimohonkan pakar komunikasi politik Effendi Gazali dan rekan-rekan, pada 2014 lalu, majelis hakim MK membatalkan Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan (2), Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 112 UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pilpres yang mengatur pelaksanaan pilpres tiga bulan setelah pelaksanaan pileg atau tidak serentak. Namun, putusan MK yang memerintahkan pemilu serentak tidak bisa diterapkan pada Pemilu 2014 dan baru bisa diterapkan pada Pemilu 2019 lalu.
Menanggapi usulan LIPI, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendagri, Dodi Riyadmadji, mengatakan pemisahan antara pemilu lokal dan nasional bisa saja dilakukan. Hanya saja, dibutuhkan pendekatan yang akan diterapkan harus dipertimbangkan dengan matang.
"Pendekatannya nanti dengan putusan MK seperti apa? Sebab biasanya kalau sudah jadi putusan MK dan kita minta revisinya kan nanti jadi revisi undang-undangnya ya. Karena putusan MK itu setara dengan undang-undang. Menurut saya apapun hasil survei dan usulan LIPI akan jadi umpan balik yang baik bagi pelaksanaan pemilu lima tahun mendatang," katanya.