Selasa 27 Aug 2019 20:59 WIB

BPJS Kesehatan akan Sosialisasi Kenaikan Iuran JKN-KIS

BPJS Kesehatan akan mengelompokkan peserta yang tidak mampu.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Gita Amanda
Defisit BPJS Kesehatan dari tahun ke tahun
Defisit BPJS Kesehatan dari tahun ke tahun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengaku akan mensosialisasikan kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Kenaikan mulai disesuaikan per Agustus 2019 untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI), dan 2020 untuk kelas mandiri.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, pemerintah memiliki domain menaikkan iuran JKN-KIS kelas pekerja penerima upah (PPU) dan pekerja bukan penerima upah (PBPU). Ketika Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebutkan iuran naik 2020 mendatang, BPJS Kesehatan mengaku akan melakukan sosialisasi.

Baca Juga

"Kami bersama-sama mensosialisasikan kenapa iuran ini naik. Kalau sesuai yang diusulkan bu Menkeu, kenaikan kelas 3 kan tidak sampai Rp 2 ribu per hari, kelas 1 sekitar Rp 5 ribu per hari, jadi tinggal bagaimana willingness yang ditingkatkan," ujar Fachmi saat ditemui usai rapat gabungan mengenai tindak lanjut Hasil Audit dengan Tujuan Tertentu Dana Jaminan Sosial Kesehatan Tahun 2018 oleh BPKP, grand design dan peta jalan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Tahun 2019-2024, termasuk inovasi pembiayaan dalam rangka menjamin keberlangsungan JKN, di kompleks parlemen DPR, di Jakarta, Selasa (27/8).

Lebih lanjut ia mengatakan, BPJS Kesehatan juga akan mengelompokkan peserta yang tidak mampu atau memang tidak memiliki keinginan untuk membayar iuran. "Nah mereka yang sebenarnya bisa bayar iuran JKN-KIS tetapi keinginan bayar iuran rendah maka kami wacanakan penegakan hukum yang tersistem misalnya dokumen surat izin mengemudi (SIM), surat tanda nomor kendaraan (STNK), paspor tidak dapat diproses kalau tidak melunasi iuran. Kami sedang membahas di bawah Kemenko PMK," ujarnya.

Ia mengakui memang dibutuhkan penegakan hukum yang lebih kuat. Sementara sanksi untuk badan usaha yang tidak patuh membayar iuran, dia melanjutkan, mendapatkan sanksi administratif. Lebih lanjut ia mengatakan, kenaikan iuran JKN-KIS ini nantinya untuk membayar klaim pelayanan kesehatan di rumah sakit (RS) yang belum dibayar. Ia menambahkan, jika usulan kenaikan iuran Menkeu ditolak maka pihaknya tetap menjalankan skema anjak piutang (SCF).

Sebelumnya, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengaku telah mengusulkan kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) untuk semua kelas yaitu peserta bukan penerima upah (PBPU) kelas 1, kelas 2, kelas 3, pekerja penerima upah (PPU), dan penerima bantuan iuran (PBI).

Ketua DJSN Tb Choesni mengaku, pihaknya telah mengusulkan kenaikan iuran JKN-KIS kepada presiden Joko Widodo akhir Juli 2019 lalu. Penyesuaian besaran iuran JKN-KIS antara lain PBI sebesar Rp 42 ribu dari yang sebelumnya sebanyak Rp 23 ribu, iuran peserta penerima upah-badan usaha 5 persen dengan batas upah Rp 12 juta dari yang sebelumnya Rp 8 juta.

"Iuran PPU menjadi lima persen dari take home pay dari sebelumnya lima persen dari gaji pokok ditambah tunjangan keluarga," ujarnya saat rapat gabungan mengenai tindak lanjut Hasil Audit dengan Tujuan Tertentu Dana Jaminan Sosial Kesehatan Tahun 2018 oleh BPKP, grand design dan peta jalan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Tahun 2019-2024, termasuk inovasi pembiayaan dalam rangka menjamin keberlangsungan JKN, di kompleks parlemen DPR, di Jakarta, Selasa (27/8).

Kemudian iuran peserta PBPU mandiri kelas 1 Rp 120 ribu dari sebelumnya Rp 80 ribu, kelas 2 Rp 75 ribu dari yang awalnya Rp 51 ribu, dan kelas 3 Rp 42 ribu dari yang semula hanya Rp 25.500. Ia menambahkan, jika usulan kenaikan iuran diberlakukan 2020 maka dapat dicapai sustainibilitas JKN pada 2021 dengan asumsi pemerintah telah menyelesaikan akumulasi defisit sampai akhir 2019.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement