Rabu 28 Aug 2019 08:37 WIB

Pemprov: Perluasan Ganjil-Genap Tekan Kemacetan

Perluasan ganjil-genap dinilai hanya memindahkan titik kemacetan.

Rep: Amri Amrullah/Flori Sidebang/ Red: Bilal Ramadhan
Petugas Dinas Perhubungan DKI Jakarta saat melakukan sosialisasi uji coba perluasan sistem ganjil genap kepada pengendara di kawasan Pramuka, Jakarta, Senin (12/8).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas Dinas Perhubungan DKI Jakarta saat melakukan sosialisasi uji coba perluasan sistem ganjil genap kepada pengendara di kawasan Pramuka, Jakarta, Senin (12/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dinas Perhubungan DKI Jakarta melihat hasil positif dalam tiga pekan penerapan perluasan ganjil genap di 25 ruas jalan di Jakarta. Untuk itu, penerapan ganjil genap ini akan tetap dijalankan hingga sampai tahap implementasi dan penegakan hukum yang akan dimulai pada 9 September mendatang.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, selama tiga pekan uji coba perluasan ganjil genap, trennya positif. Dan, secara prinsip, menurut Syafrin, perluasan ganjil genap ini terbukti mampu mengurangi kemacetan dan polusi udara.

Karena itu, ia memandang, walaupun ada kritik yang disampaikan, mulai dari pengemudi angkutan daring hingga Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), perluasan ganjil genap akan dilanjutkan. Karena, sebut Syafrin, kebijakan ganjil genap ini sudah sesuai Instruksi Gubernur DKI Jakarta (Ingub) nomor 66 tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara.

"Dari kinerja lalu lintas, untuk kecepatan rata-rata kendaraan itu meningkat, semula dari 25,56 kilometer per jam, telah naik menjadi 28,16 kilometer per jam," kata Syafrin kepada wartawan saat jumpa pers terkait perluasan trotoar Jakarta di kawasan Taman Sepeda Melawai, Jakarta Selatan, Selasa (27/8).

Selain hasil kecepatan kendaraan yang meningkat, Syafrin juga memaparkan waktu tempuh kendaraan juga lebih cepat, yaitu meningkat 10 persen dari biasanya. Dan untuk pemanfaatan ruang jalan, diakui Syafrin, juga makin efisien karena terjadi penurunan volume lalu lintas sebanyak 20 persen.

Kemudian, untuk angkutan umum, berdasarkan periode waktu yang diukur. Untuk angkutan umum Transjakarta, mulai 12-14 Agustus kemarin dibandingkan dengan Juli, sebulan sebelumnya, terjadi peningkatan jumlah penumpang Transjakarta hingga 20 persen.

"Jadi, dengan implementasi ganjil genap kemudian ada shifting dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum, ini trennya cukup positif," kata Syafrin.

Kemudian, dari kinerja lingkungan, berdasarkan pemantauan Dinas Lingkungan Hidup pada dua pos pemantauan di Jakarta, salah satunya, Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) di Bundaran HI, kualitas udara membaik. Walaupun kualitas udara seperti yang dirilis Air Visual sempat menempatkan pada posisi buruk, Syafrin meminta masyarakat melihat indikatornya.

Air Visual selalu membuat indikator di batas PM 2,5, tapi di indikator PM 2,5 setelah diterapkan perluasan ganjil genap ternyata hasilnya positif. "Terjadi penurunan jumlah PM 2,5 di Bundaran HI, hasil pengukurannya sekitar 18 persen. Jadi, jika sebelumnya sekitar 75 mikro unit, kemarin dikukur hanya jadi 55 mikro unit," jelas Syafrin.

Artinya, jika disamakan dengan standar baku lingkungan oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK), di mana untuk indikator PM 2,5 adalah 65 mikro unit adalah kategori baik, maka saat ini kualitas udara akan turun ke dalam kondisi baik, di bawah 75 mikro unit.

Kemudian, soal solusi lain dengan menaikkan tarif parkir di Jakarta, menurut Syafrin, akan dimulai dengan beberapa wilayah yang sudah memiliki sistem transit integrasi angkutan umumnya. Dan solusinya, kata dia, Jakarta sudah bekerja sama di beberapa lahan antara Bekasi dan Depok untuk membangun area park and ride.

"Jadi, selain wilayah pusat-pusat kegiatan, wilayah yang sudah memiliki integrasi angkutan umum yang baik, seperti MRT, LRT, atau BRT, wilayah tersebut akan dikenakan tarif parkir yang tinggi," ujar dia.

Ke depan, Syafrin mengungkapkan, akan ada dua pengaturan tarif dengan sistem pengendalian parkir, yakni golongan A dan golongan B. Dan itu sesuai instruksi gubernur, ke depan, parkir akan dijadikan instrumen pengendalian lalu lintas.

Maka itu, Syafrin menekankan, kebijakan penerapan perluasan ganjil genap jangan hanya dilihat dari ini kebijakannya gubernur DKI atau Pemerintah Provinsi DKI, tapi ini adalah kebijakan kolektif warga Jakarta yang beraktivitas di Jakarta untuk mewujudkan daya dukung lingkungan yang lebih baik ke depan.

"Jadi, setelah kita kaji secara jaringan, hasil uji coba itu kinerjanya positif," kata dia menambahkan.

Sebelumnya, Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Iskandar Abu Bakar mengatakan, dampak perluasan ganjil genap kurang signifikan. Menurutnya, penerapan sistem ganjil genap merupakan kebijakan jangka pendek. "Sistem ganjil genap ini pendekatan jangka pendek, perlu ditinjau kembali," kata Iskandar.

Ia mengatakan, akan efektif jika dilakukan pendekatan yang menyasar kantong para pengguna kendaran, seperti melakukan penerapan jalan berbayar dan parkir berbayar. "Misalnya, dengan adanya parkir berbayar mereka akan berpikir kembali jika menggunakan kendaraan pribadi mengingat biaya yang akan mereka keluarkan tidak sedikit," kata dia.

Pengamat kebijakan transportasi Azaz Tigor Nainggolan juga menilai, hasil perluasan ganjil genap belum terlihat. Hal ini berdasarkan kualitas udara di Jakarta yang masih menempati urutan pertama terburuk di dunia.

"Data dari Air Visual, hari ini saja masih terburuk nomor satu di dunia," kata Azaz saat dihubungi Republika, Selasa.

Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) ini pun menilai, penerapan maupun perluasan kebijakan ganjil genap hanya memindahkan kemacetan ke ruas jalan lainnya. Azaz mengatakan, cara yang efektif untuk mengurangi kemacetan dengan menerapkan electronic road pricing (ERP) atau jalan berbayar.

"Misalnya, Jalan Jenderal Sudirman, pakai ERP, enggak usah ganjil genap. Begitu masuk sana, kalau jam sibuk mahal, jadi Rp 50 ribu sekali masuk," usul dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement