REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memastikan dari 180 ribu lahan calon ibu kota baru yang tersedia, 90 persennya dikuasai negara. Oleh karena itu, pemerintah memastikan aksi spekulan dapat dibendung.
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil menyampaikan, 90 persen lahan yang tersedia dari 180 ribu hektare berstatus hutan tanaman industri (HTI) yang dipegang izinnya oleh perusahaan.
Rencananya, izin perusahaan-perusahaan tersebut akan dibekukan (land freezing) alias tak dapat diperpanjang kembali seiring dengan dibangunnya ibu kota di 2024 mendatang.
“Umumnya adalah perusahaan, izinnya tak akan diperpanjang. Itu nanti wewenangnya KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan),” ujar Sofyan, di Kementerian ATR, Jakarta, Selasa (27/8).
Sedangkan 10 persen lahan yang direncanakan sebagai kawasan ibu kota dimungkinkan berstatus lahan masyarakat dan lainnya. Menurut dia, pemerintah masih melakukan identifikasi terkait hal itu.
Sofyan menjabarkan, pemerintah akan meminimalisasi kemungkinan pembebasan 10 persen lahan dan segera melakukan land freezing guna menekan aksi spekulan.
Sebagai catatan, dari 180 ribu hektare lahan yang disediakan untuk ibu kota baru, sebanyak 40 ribu hektare akan digunakan sebagai kawasan pembangunan ibu kota di tahap awal. “Untuk yang 10 persen juga kita freeze dulu supaya enggak ada aksi spekulan,” ujarnya.
Adapun pembangunan akses jalan dari dan menuju infrastruktur vital seperti bandara-bandara dari dan menuju kota-kota berkembang di sekitar kawasan calon ibu kota baru, dia menyatakan hal itu tergantung bagaimana rencana Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).