REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemindahan ibu kota ke Provinsi Kalimantan Timur akan disertai pemindahan aparatur sipil negara (ASN). Menurut Badan Kepegawaian Nasional (BKN), jumlah ASN yang akan dipindahkan sekitar 600 ribu orang.
Kepala Biro Humas BKN Mohammad Ridwan mengatakan, jumlah ASN yang dipindahkan tersebut baru sebatas perkiraan. "Enam ratus ribu ASN yang akan dipindahkan itu adalah perkiraan awal dari total 900 ribuan PNS kementerian/lembaga yang ada saat ini," kata Ridwan kepada Republika, Senin (26/8).
Dia memastikan pemindahan akan dilakukan secara bertahap. Dengan demikian, kata dia, ASN tak perlu khawatir dipindahkan secara mendadak.
Kendati demikian, dia menegaskan, pemerintah sampai saat ini belum menetapkan jumlah ASN yang akan dipindahkan. Sebab, pemerintah juga belum menentukan instansi mana yang akan dipindahkan ke ibu kota baru.
Ridwan mengungkapkan, tidak semua instansi pemerintah akan dipindah ke ibu kota baru. "Mestinya cukup fungsi pemerintahan yang berhubungan langsung dengan lembaga kepresidenan," ujar Ridwan.
Ia mengungkapkan, saat ini pun belum ada kajian detail soal lembaga atau instansi mana yang wajib dipindahkan. Oleh sebab itu, BKN dan lembaga terkait akan mendiskusikan lebih lanjut terkait hal ini.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan, pemerintah harus menyiapkan tempat kehidupan yang layak bagi ASN apabila mereka akan dipindahkan ke ibu kota baru. Agus mengatakan, bentuk tanggung jawab pemerintah terkait pemindahan ASN harus jelas.
"Namanya ASN kan bekerja untuk negara. Ya, pemerintah harus tanggung jawab, tapi tanggung jawabnya sampai di mana, itu harus diperjelas," kata Agus.
Dia menambahkan, salah satu yang harus disiapkan adalah tempat tinggal. Pemerintah mesti membangun perumahan khusus ASN. Untuk memenuhi itu, pemerintah dinilai perlu membuat payung hukum yang jelas karena selama ini tidak semua ASN mendapatkan fasilitas rumah. Menurut Agus, ASN yang tak mau dipindahkan bisa mengundurkan diri atau bekerja di pemerintah provinsi.
Hal yang pasti, kata Agus, pemerintah harus menyiapkan segala hal bagi ASN yang akan dipindahkan. "Kehidupan ASN harus dipikirkan, mulai dari tempat tinggal hingga pasar, itu semua harus dipersiapkan," ujar Agus.
Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor (kedua kanan) tiba di Kompleks Istana Kepresidenan jelang konferensi pers Presiden Joko Widodo terkait rencana pemindahan Ibu Kota Negara di Istana Negara, Jakarta, Senin (26/8/2019).
Tahapan pembangunan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, pembangunan infrastruktur ibu kota baru di Kalimantan Timur akan dibagi menjadi beberapa tahap. Tahap pertama adalah mendesain kawasan yang ditargetkan rampung tahun ini atau paling lambat 2020.
Pada pertengahan 2020, kata Basuki, pembangunan ibu kota akan masuk ke dalam tahap desain and build. "Kita mulai seperti halnya saat kita renovasi Gelora Bung Karno, tidak dengan cara umum, yaitu desain dulu baru tender, tapi desain and build. Kontraktor dan konsultan jadi satu, kita kasih kriterianya seperti apa," kata Basuki.
Basuki mengatakan, proses konstruksi diperkirakan membutuhkan tiga-empat tahun untuk menyelesaikan pembangunan jalan, waduk, sanitasi, dan gedung-gedung.
"Sehingga, pada 2023-2024, bisa ada pergerakan (proses pemidahan) ke sana. Mudah-mudahan bisa kita tangani," ujar Basuki menambahkan.
Kemarin, Presiden Joko Widodo telah memutuskan untuk memindahkan ibu kota ke sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegera, Kalimantan Timur. Jokowi mengatakan, total kebutuhan biaya pemindahan ibu kota sekitar Rp 466 triliun.
Dari jumlah itu, 19 persen biaya akan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang terutama berasal skema kerja sama pengelolaan aset di ibu kota baru dan di DKI Jakarta. Sisanya akan berasal dari Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), serta investasi langsung swasta dan BUMN.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas menegaskan pembangunan ibu kota baru tidak akan mengusik keberadaan hutan lindung yang ada. Ia menjelaskan, luas kawasan ibu kota nanti mencapai 180 ribu hektare, termasuk kawasan induk pemerintahan seluas 40 ribu hektare. Sisanya, kata Bambang, pemerintah akan mempertahankan ruang terbuka hijau, hutan lindung, hingga hutan konservasi yang ada.
"Hutan lindung tidak akan diganggu dan sebagian dan Kukar bahkan ada hutan konservasi Bukit Soeharto. Di sana ada pemakaian lahan yang tidak untuk keperluan hutan, termasuk perkebunan," kata Bambang.
Bambang menambahkan, area seluas 180 ribu hektare yang disiapkan pemerintah sebagian besarnya sudah dikuasai pemerintah. Sebagian kecil lain, kata Bambang, memang masih dikelola pihak swasta. Namun, ia menekankan bahwa pemerintah berhak mencabut hak pengelolaan lahan bila memang sewaktu-waktu dibutuhkan. "Kami akan meminimalkan ganti rugi lahan," ujar Bambang.
Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur pada 2016 dan mengacu pada Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 01 Tahun 2016, luas kawasan hutan suaka alam di Kaltim mencapai 438.390 hektare. Pemanfaatan lainnya, luas hutan lindung, yakni 1,8 juta hektare, luas hutan produksi terbatas 2,9 juta hektare, luas hutan produksi tetap 3 juta hektare, dan luas hutan yang dikonservasi 120.437 hektare. n inas widyanuratikah/sapto andika candra, ed: satria kartika yudha