REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Bekto Suprapto meminta aparat kepolisian maupun TNI transparan dalam mengusut kasus kerusuhan Papua. Aparat diminta transparan dalam seluruh rangkaian kericuhan.
Transparansi itu harus dilakukan mulai dari mengusut insiden bendera jatuh ke selokan, ujaran rasis, hingga rangkaian kericuhan di Papua. Kejadian-kejadian itu dinilai Bekto menjadi serangkaian insiden yang saling terkait.
"Yang paling penting ini bagaimana polisi melakukan penyidikannya. Kalau ada kesalahan dalam proses ada aparat lain yang melakukan kesalahan itu harus dihukum. Ini harus transparan untuk mengobati (sakit hati warga Papua, Red)," kata Bekto di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (24/8).
Kompolnas menyatakan ikut memonitor proses penyelidikan kasus tersebut. Bekto meminta polisi mengusut insiden bendera, juga dugaan ucapan rasisme yang tertuju pada mahasiswa Papua.
"Kompolnas betul-betul datang ke sana untuk mengklarifikasi. Apa buktinya, siapa yang melakukan. Ini biarlah berproses secepatnya," ujar dia.
Anggota DPD RI asal Papua Yorrys Raweyai berpandangan bahwa masyarakat Papua hanya ingin pihak kepolisian dan pemerintah transparan dalam menyelesaikan persoalan yang terjadi di asrama mahasiswa di Jalan Kalasan, Surabaya, Jawa Timur.
“Persoalannya hanya satu bagaimana pemerintah pihak Kepolisian bisa mengungkap secara transparan dalam memberikan hukuman apakah pelaku atau memprovokasi,” kata Yorrys.
Menurut Yorrys, peristiwa pengepungan asrama mahasiswa Papua yang terjadi di Surabaya bukanlah hal yang baru, Insiden tersebut pun, kata dia, membuat masyarakat Papua kecewa dan akhirnya menimbulkan suatu reaksi.
"Diviralkan seluruh Papua dan dengan akumulasi kekecewaan dan membuat semangat kolektif membangun aspirasi. Ada yang menyampaikan aspirasi seperti di Papua. Sekarang spekrtumnya tiba-tiba bangkit satu gerakan," pungkas Yorrys.