Sabtu 24 Aug 2019 14:05 WIB

Asian Games, Bung Karno, dan Pemindahan Ibu Kota yang Gagal

Bung Karno sangat serius memindahkan ibu kota ketika itu.

 Sejumlah warga berolahraga saat berlangsung Hari Bebas Kendaraan Bermotor di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Ahad (28/5).
Foto: Republika/Prayogi
Sejumlah warga berolahraga saat berlangsung Hari Bebas Kendaraan Bermotor di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Ahad (28/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam menyebutkan penyelenggaraan Asian Games IV/1962 di Jakarta menggagalkan rencana Presiden Soekarno memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Palangka Raya, Kalimantan Tengah.

"Persiapan Asian Games menyebabkan rencana pemindahan ibu kota terbengkalai. Hingga 1965 ada peralihan kekuasaan sehingga ide ibu kota tidak terdengar lagi," kata dia dalam diskusi Polemik soal "Gundah Ibu Kota Dipindah", di Jakarta, Sabtu (24/8).

Baca Juga

Menurut dia, Bung Karno sangat serius memindahkan ibu kota karena ketika itu sudah ada desain sederhana tentang Palangka Raya menjadi ibu kota baru Indonesia. Bung Karno pun meninjau langsung ke Palangka Raya untuk menindaklanjuti wacana tersebut. Namun menjelang 1960-an, niat Bung Karno harus ditangguhkan karena ada tawaran Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games IV/1962.

"Bung Karno berpikir tidak mungkin itu (Asian Games IV/1962) diadakan di ibu kota baru yang sedang dibangun. Makanya, Jakarta dibangun hotel (Indonesia), Gedung Sarinah, bahkan patung selamat datang di Bundaran HI untuk ucapan selamat datang para atlet di Indonesia," ujarnya.

Ia menyebutkan rencana pemindahan ibu kota negara karena ada faktor pendorong dan penarik. Dalam sejarah Indonesia, ketika pusat pemerintahan dipindah ke Yogyakarta ketika itu ada faktor pendorong di mana Jakarta dalam kondisi tidak aman.

"Yogyakarta ditawarkan jadi pusat pemerintah karena ada situasi genting yang menjadi faktor pendorongnya. Begitu juga ketika presiden sempat mengirim surat pembentukan pusat pemerintahan darurat di Bukit Tinggi karena ada faktor darurat," ujarnya.

Pemindahan ibu kota, menurut Asvi, sudah sangat diperlukan karena berbagai faktor pendorong itu sudah ada sekarang. "Kemacetan kita bisa bayangkan 40 tahun lagi. Banjir, tenggelamnya Jakarta Utara, belum lagi kemacetan dan lain-lain," katanya.

Dengan dipindahkan ibu kota diharapkan akan mendorong pembangunan ekonomi ke arah timur. "Harapannya diletakkan di tengah-tengah akan mendorong pembangunan ekonomi dan pembangunan ekonomi yang menoleh ke timur," katanya.

Pada banyak negara yang memindahkan ibu kota negaranya, terjadi pemisahan peran benar-benar antara ibu kota pemerintahan dan ibu kota bisnis alias pusat bisnis dan lain-lain. Di antara negara itu adalah pemisahan antara Kuala Lumpur dengan Putrajaya di Malaysia, di mana Putrajaya benar-benar difungsikan sebagai ibu kota negara.

Hal lain yang dicatat adalah posisi ibu kota baru itu tidak selalu ada di tengah-tengah negara bersangkutan. Canberra di Australia sebagai contoh, ada di pantai tenggara negara benua itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement