Jumat 23 Aug 2019 18:17 WIB

Koalisi Desak Pemerintah Hentikan Blokir Internet di Papua

Puluhan massa menggelar aksi di depan kantor Kemenkominfo.

Rep: Febryan. A, Fauziah Mursid/ Red: Andri Saubani
Puluhan orang dari koalisi masyarakat sipil sedang melakukan aksi di depan kantor Kominfo, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (23/8). Mereka menuntut agar pemerintah segera menghentikan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat.
Foto: Republika/Febryan.A
Puluhan orang dari koalisi masyarakat sipil sedang melakukan aksi di depan kantor Kominfo, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (23/8). Mereka menuntut agar pemerintah segera menghentikan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puluhan orang dari koalisi masyarakat sipil melakukan aksi di depan kantor Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo), Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (23/8). Mereka menuntut agar pemerintah menghentikan pemblokiran layanan data atau internet di Papua dan Papua Barat.

"Kegelapan informasi ini harus dilawan dan dihentikan sekarang juga karena sangat tidak adil dan diskriminatif," kata Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Damar Juniarto dalam orasinya.

Baca Juga

Pemblokiran akses internet dilakukakan oleh Kemenkominfo untuk wilayah Papua dan Papua Barat sejak Rabu (21/8) pagi. Hingga hari ini pemblokiran terus berlangsung. Bahkan, kata Damar, pada hari Senin dan Selasa, Kemenkominfo juga telah melakukan throttling atau pelambatan akses internet.

Pemerintah mengatakan, pemblokiran internet dilakukan untuk membuat kondisi kembali normal dan kondusif di Papua dan Papua Barat. Seperti diketahui, kericuhan pecah di wilayah paling timur Indonesia itu sejak Senin (19/8) menyusul terjadinya tindakan rasialis kepada mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya, Jawa Timur.

Menurut Damar, pemerintah telah membuat keputusan secara sepihak. Pemerintah lebih memilih memadamkan akses internet, alih-alih menuntaskan kasus tindakan rasialis di Surabaya.

"Kami berharap mayarakat membuka mata, ini bukan persoalan hoaks, ini bukan mayarakat di sana perusuh, ini persoalan diskriminasi yang berdasarkan ras," katanya.

Damar menuturkan, pemblokiran internet ini tidak hanya membuat masyarakat papua kehilangan akses informasi, tapi juga masyarakat dari etnis lain seperti Bugis, Jawa, dan Melayu yang saat ini berada di sana. "Ini melanggar, karena PBB menyebut internet adalah hak asasi manusia," ujar Damar.

Ketua Yayasan Pusaka, Franky Samperante, mengatakan, pemblokiran akses internet ini telah membuat banyak orang kehilangan informasi tentang apa yang terjadi sebenernya di Papua. Termasuk warga di Papua, yang dalam kondisi tak menentu, tapi malah tak bisa memberikan kabar kepada keluarganya di tempat lain.

"Menkominfo Rudiantara harus segera membuka kembali akses internet di Papua," ucap Franky.

Usai berorasi, koalisi masyarakat sipil yang terdari dari puluhan organisasi itu langsung menuju kantor Kemenkominfo untuk bertemu Menkominfo Rudiantara ataupun perwakilannya. Mereka hendak memberikan surat teguran dan juga petisi yang ditandatangani sekitar 8.500 orang yang menuntut pemblokiran dihentikan.

Menkominfo Rudiantara belum dapat memastikan kapan pemblokiran akses internet di Papua dan Papua Barat kembali dibuka. Menurutnya, akses internet Papua dan Papua Barat akan normal jika situasi dan kondisi Papua dan Papua Barat sudah benar-benar kondusif.

"Mudah-mudahan (cepat) kalau makin kondusif ya sudah (akan dinormalkan kembali)," ujar Rudiantara kepada wartawan di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (22/8).

Rudiantara beralasan, pemblokiran akses internet memiliki dampak pada perekonomian. Namun, Rudiantara menerangkan, pemblokiran internet tetap harus dilakukan demi kepentingan nasional.

"Kita juga operator kasihan juga kalau lama-lama, biar bagaimana pun ada pendapatan yang berkurang walaupun untuk kepentingan nasional," kata Rudiantara.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement