Kamis 22 Aug 2019 18:02 WIB

Polri Petakan Kelompok Provokator di Papua

Penyelidikan mengarah pada sejumlah kelompok yang memancing perbuatan anarkistis.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Petugas kepolisian dan TNI melakukan pengamanan saat terjadi aksi protes di Mimika, Papua, Rabu (21/8/2019).
Foto: Antara/Sevianto Pakiding
Petugas kepolisian dan TNI melakukan pengamanan saat terjadi aksi protes di Mimika, Papua, Rabu (21/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepolisian masih memetakan sejumlah kelompok yang memprovokasi kerusuhan saat aksi protes dalam beberapa hari terakhir di Papua dan Papua Barat. Kabag Penum Mabes Polri Komisaris Besar Polisi Asep Adi Saputra mengatakan, penyelidikan mengarah pada sejumlah kelompok yang memancing perbuatan anarkistis.

“Secara paralel pemetaan dilakukan dengan juga melakukan penyelidikan untuk selanjutnya dilakukan penegakan hukum,” ujar Asep kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta Selatan (Jaksel), Kamis (22/8).

Baca Juga

Ia mengatakan penyelidikan yang dilakukan kepolisian, melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN), dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Keterlibatan lintas badan dan kementerian tersebut, menurut Asep, karena apa yang terjadi di Papua dan Papua Barat memang kompleks.

Kepolisian menangani penyelidikan dan pengamanan, sementara menurut Asep apa yang terjadi di Papua dan Papua Barat berkelindan dengan dugaan sekelompok organisasi perlawanan yang menunggangi aksi kerusuhan. Situasi tersebut, kata Asep juga disertai bentuk provokasi via nirkabel di media-media sosial yang dilakukan sejumlah personal.

Sebab itu, kata Asep pemerintah sempat melakukan penurunan dan pemblokiran akses internet serta komunikasi di Papua dan Papua Barat, demi menghindari kondisi yang lebih memburuk. “Jadi supaya jangan sampai terjadi lagi upaya-upaya untuk memanaskan situasi di lokasi (Papua dan Papua Barat) dengan kabar yang tidak benar. Karena hanya akan merugikan masyarakat,” sambung Asep.

Terkait situasi di Papua, dan Papua Barat, pun kepolisian masih menebalkan tanda siaga. “Kami tidak boleh underestimate (anggap remeh). Ada hal-hal dan situasi yang tidak bisa kami (kepolisian) prediksi,” ujar Asep.

Karenanya, Asep mengungkapkan penambahan personel keamanan di Bumi Cenderawasih, terus dilakukan. Saat ini, ia mengungkapkan ada total 12 satuan setingkat kompi (SSK) yang bersiaga di Papua dan Papua Barat. Jumlah itu setara dengan 1.200 personel. Pengamanan juga melibatkan personel dari Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Situasi memanas di Papua dan Papua Barat, terjadi sejak Senin (19/8). Sejumlah demonstrasi meluas dilakukan di kota-kota utama. seperti Sorong, Manokwari, Fakfak, Timiki, dan Jayapura. Aksi di sejumlah kota memang berlangsung tertib dan damai.

Akan tetapi aksi pembakaran dan penyerangan ke fasilitas umum yang menyebabkan kelumpuhan aktivitas masyarakat juga terjadi di kota lainnya. Polri mencatat puluhan gedung dan pasar umum, serta aset pribadi dibakar amuk massa di Kota Sorong, Manokwari, Timika, dan Fakfak.

Situasi yang terjadi di wilayah paling timur Indonesia tersebut, tak lepas dari insiden pengepungan dan penggrebekan terhadap mahasiswa Papua  di Jawa Timur (Jatim) beberapa waktu lalu. Yaitu ketika sejumlah kelompok massa, bersama sejumlah oknum tentara mendatangi asrama Papua di Surabaya, dan ancaman pengusiran yang terjadi di Malang, pada Sabtu (17/8). Aksi sebagian masyarakat di Jatim itu disertai dengan prilaku diskrimanatif dan rasialisme. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement