REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memilih Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) sebagai lokasi pembangunan ibu kota baru Indonesia. Menteri Agraria dan Tata Ruang, Sofyan Djalil, menuturkan langkah selanjutnya memilih titik lokasi untuk pembangunan kota.
"Iya Kaltim benar. Tapi, belum tahu lokasi spesifiknya dimana yang belum," kata Sofyan saat ditemui di Kementerian Koordinator Perekonomian, Kamis (22/8).
Ia mengatakan, luas lahan yang diperlukan untuk pembangunan tahap pertama sekitar tiga ribu hektare. Area seluas itu menjadi pusat dari ibu kota yang bakal dibangun nantinya. Setelah kawasan inti dibangun, pembangunan akan diperluas dan memerlukan lahan sekitar 200-300 ribu hektare.
Ibu kota baru harus menjadi ibu kota negara yang nyaman dengan lingkungan sehat udara yang bersih. Ibu kota, kata Sofyan, harus menarik untuk dijadikan sebagai tempat hidup bagi masyarakat yang akan menjadi penduduk.
Adapun gedung yang akan dibangun pertama yakni Kantor Presiden, Kementerian dan Lembaga, serta DPR MPR. "Itu yang intinya. Kita harapkan menjadi kota yang menarik buat dihidupi," kata dia.
Soal pemakaian lahan, Sofyan mengatakan, akan dilakukan pelepasan kawasan hutan jika memang menggunakan kawasan hutan sebagai tempat pembangunan. Pemerintah sudah memiliki skema melalui Percepatan Pelepasan Tanah Kawasan Hutan (PPTKH).
Namun, seperti pernyataan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) sebelumnya, pemerintah akan mencari lahan pengganti untuk kawasan hutan. Karena itu, faktor lingkungan akan dijaga sehingga pembangunan ibu kota baru bersifat berkelanjutan.
Menurut Sofyan, sejauh ini Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) masih melakukan sinkronisasi dan inventarisasi serta verifikasi lahan. Pemerintah harus memilah dan memilik lahan-lahan yang dapat dilepaskan untuk ibu kota baru. Pasca itu, lahan akan dikunci sehingga peruntukkannya tidak akan menyimpang.
"Dikunci maksudnya menetapkan izin lokasi. Seperti di Jakarta, maka fungsi tanah tidak boleh dialihkan," ujar dia.
Proses tersebut akan dilakukan terutama jika pembangunan ibu kota baru bersinggungan dengan lahan-lahan bukan dimiliki oleh negara atau tanah sengketa. Pemerintah harus membereskan secara total urusan tanah agar pembangunan tidak menemui banyak hambatan.