REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Ratusan buruh/pekerja menggelar unjuk rasa menolak rencana revisi Undang-undang No 13/2003 tentang ketenagakerjaan. Para buruh tersebut, meminta Gubernur dan DPRD Jabar mendukung penolakan tersebut.
Buruh yang menggelar aksi tersebut berasal dari 11 organisasi serikat pekerja di Jabar. Aksi damai tersebut, digelar di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (22/8) dengan membawa atribut bendera. Mereka mengisi aksinya dengan berorasi menyampaikan berbagai tuntutan.
Menurut Koordinator Aliansi Buruh Jabar, Ajat Sudrajat, ada tiga poin tuntutan yang disampaikan perwakilan massa buruh. Aksi tersebut digelar, untuk menolak rencana revisi Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan karena dianggap merugikan buruh.
Ajat menjelaskan, draft revisi yang beredar terdapat soal penghapusan pesangon buruh/pekerja, penetapan pekerja waktu tidak tertentu atau kontrak, penetapan pekerjaan bisa diserahkan pada perusahaan outsourching, dan pembentukan serikat buruh dan hak pekerja lainnya yang dipersulit.
Revisi tersebut, kata dia, sangat merugikan buruh dan pekerja yang ada di Indonesia. Sehingga, buruh/pekerja di beberapa daerah di antaranya dari Jatim, DKI, Banten, Aceh memprotes rencana revisi undang-undang tersebut.
Menurut Ajat, aksi tersebut juga dilatarbekangi penolakan sistem pemagangan nasional, serta menolak sistem upah murah yang berlaku di Jabar. Aksi juga terkait soal isu lokal yakni program Citarum Harum karena, dampak dari Citarum Harum berdampak pada relokasi perusahaan di Jabar ke di Cirebon, Patimban, dan Kertajati.
"Ini dampak sangat kompleks karena dikhawatirkan tercipta upah murah karena upah yang diterima akan sesuai di daerah," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, buruh meminta Gubernur dan DPRD Jabar untuk mendukung penolakan tersebut. Buruh pun berharap, dukungan tersebut bisa menjadi rekomendasi untuk Presiden dan DPR RI.
"Kan sebagai pemimpin di Jabar sudah seharusnya mendukung kaum buruh dan pekerja," katanya.