REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung Muda Pengawasan Muhammad Yusni mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (21/8) siang. Didampingi Jaksa Agung Muda Intelijen Jan S Maringka, keduanya mengantar Jaksa Kejaksaan Negeri Surakarta Satriawan Sulaksono (SSL) yang baru saja ditetapkan menjadi tersangka oleh lembaga antirasuah.
Satriawan merupakan tersangka dalam kasus suap lelang proyek pada Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta tahun anggaran 2019. Saat KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pada Senin (19/8), Satriawan tidak termasuk dalam salah satu pihak yang diamankan.
Namun, dengan bukti yang cukup, KPK meningkatkan status hukumnya menjadi tersangka. "Saya bersama Jamintel datang ke sini untuk menyerahkan Saudara SSL yang sudah kami lakukan pemeriksaan pengawasan. Kami berterima kasih kepada KPK yang telah bersama-sama membantu kami untuk pembersihan kepada rekan-rekan jaksa," ucap Yusni di gedung KPK, Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan, Kejakgung saat ini menunggu KPK memberikan surat penangkapan terhadap tersangka. Ia pun memastikan Satriawan akan diberhentikan permanen apabila kasus yang menjeratnya sudah inkrah. "Kami menunggu dengan ketentuan bahwa yang bersangkutan akan menerima penghasilan 50 persen dari gaji pokok, yaitu ketentuannya sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2008," katanya.
KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus suap terkait lelang proyek di Dinas PUPKP Kota Yogyakarta. Selain Satriawan, tersangka penerima suap lainnya adalah jaksa di Kejaksaan Negeri Yogyakarta Eka Safitra (ESF).
Ironinya, ESF merupakan salah satu anggota Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D). Adapun satu tersangka lainnya adalah Direktur Utama PT Manira Arta Mandiri Gabriella Yuan Ana (GYA) sebagai pemberi suap.
Eka Safitri dan Satriawan Sulaksono diduga membantu memuluskan kepentingan Gabriella untuk mendapatkan proyek pengerjaan rehabilitasi saluran air hujan di Jalan Supomo Yogyakarta dengan pagu anggaran sebesar Rp 10,89 miliar. Proyek tersebut diawasi TP4D.
Setelah dilakukan berbagai upaya, PT Windoro Kandang (WK) yang merupakan perusahaan Gabriella dengan pinjam bendera, memperoleh proyek tersebut. Eka Safitra dan Satriawan Sulaksono diduga telah menyepakati komitmen fee sebesar 5 persen dari total proyek sebesar Rp 8,3 miliar.
Juru Bicara KPK membenarkan, Satriawan sudah berada di gedung KPK, Jakarta, setelah diserahkan oleh Kejaksaan Agung. "Sekitar pukul 13.00 WIB ada tamu dari Kejaksaan Agung yang menyerahkan tersangka SSL. Tentu kami menghargai dan mengucapkan terima kasih karena Kejaksaan Agung menangkap jaksa SSL," kata Febri.
Febri berharap KPK dan Kejaksaan Agung dapat terus berkoordinasi. Sebab, kata Febri, tim penyidik KPK masih membutuhkan pemeriksaan terhadap saksi-saksi yang terkait. "Apakah dari kejaksaan atau dari pihak lainnya. Itu tentu dengan koordinasi yang bagus dan komitmen yang sama bahwa kasus ini harus dituntaskan," ujar Febri.
Petugas KPK menunjukkan barang bukti disaksikan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (kanan) seusai memberikan keterangan pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus dugaan suap jaksa di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (20/8/2019).
Kode etik
Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan, Kejakgung akan melakukan pemeriksaan soal indikasi pelanggaran kode etik dua jaksa yang tersangkut kasus korupsi proyek pembangunan Kota Yogyakarta.
"Secara internal, kejaksaan juga akan melakukan proses pemeriksaan adanya indikasi pelanggaran kode etik jaksa terhadap kedua jaksa yang dimaksud serta para pihak yang terkait," ujar Jaksa Agung HM Prasetyo dalam keterangan pers yang diterima Republika, Rabu.
Prasetyo mengatakan, dirinya berulang kali menegaskan tidak akan menoleransi oknum jaksa yang merusak kepercayaan masyarakat untuk kepentingan pribadi. Peristiwa OTT pada Senin (19/8), kata dia, jadi momentum untuk terus memperbaiki pengawasan. "Akan menjadi momentum refleksi dan penguatan pengawasan melekat oleh jajaran kejaksaan," tambah politikus dari Partai Nasdem ini.
Kejaksaan Agung membentuk TP4D terutama untuk membantu para kepala daerah yang khawatir dipidanakan karena menabrak aturan proyek pembangunan. Para jaksa ini akan mendampingi kepala daerah. Selain itu, kehadiran TP4D juga untuk meyakinkan investor di daerah bahwa mereka berinvestasi dengan aman dan tidak melanggar aturan hukum.
Jaksa Eka dan Satriawan sebagai pihak yang diduga menerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Gabriella sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. n dian fath risalah, ed: satria kartika yudha