Rabu 21 Aug 2019 03:26 WIB

Suap Jaksa di Yogyakarta, Catatan Penting untuk Jaksa Agung

Keterlibatan TP4D dalam perkara ini mesti menjadi catatan penting untuk Jaksa Agung

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Hasanul Rizqa
Koruptor (ilustrasi)
Foto: Republika.co.id
Koruptor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rahman memandang, penetapan dua jaksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam  kasus dugaan suap terkait lelang proyek pada Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta tahun anggaran 2019 bukti institusi penegak hukum belum bebas korupsi.

"Kejaksaan belum bisa bersih. Artinya program reformasi birokrasi , pencegahan korupsi belum berhasil di institusi kejaksaan," kata Zaenur kepada Republika.co.id, Selasa (20/8).

Menurutnya, korupsi di institusi kejaksaan merupakan sebuah tindakan yang cukup serius lantaran dilakukan aparat penegak hukum yang salah satu tugas sehari-harinya adalah melakukan pemberantasan  korupsi. Sehingga, kegagalan di kejaksaan ini jadi harus menjadi catatan penting atas kepemimpinan Jaksa Agung sekarang.

Zaenur melanjutkan, terkait keterlibatan tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan, dan Pembangunan Pusat-Daerah (TP4D) dalam perkara ini pun menjadi catatan penting yang harus dibenahi, lantaran pihak yang seharusnya mengawal justru menjadi pelaku.

"Ini sangat memprihatinkan dan sangat ironis. Pihak pengawal justru diduga jadi pihak yang korupsi," ujarnya.

Zaenur pun menuturkan catatan terkait pembentukan TP4D. Menurutnya, sejak awal dibentuk TP4D sudah melenceng jauh dari tugas pokok dan fungsi Kejaksaan.

Selain itu, kata Zaenur, TP4D juga sangat rawan konflik kepentingan serta tumpang tindig dengan tugas pengawas eksternal yakni BPK dan pengawas internal BPKP dan APIP.

"Adanya tugas pengawalan ini menjadi tumpang tindih, sehingga mengacaukan sistem," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement