REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berkomitmen dalam menggencarkan sertifikasi dan perlindungan hak asasi manusia (HAM) perikanan. Komitmen ini diharapkan dapat mengilimnasi eksploitasi tenaga kerja hingga meningkatkan nilai tawar harga produk ekspor perikanan.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap M Zulficar Mochtar selaku Ketua Tim HAM Perikanan lingkup KKP menekankan bahwa pemerintah memberikan perhatian khusus dalam upaya peningkatan pemahaman pelaku usaha perikanan tentang prinsip-prinsip HAM perikanan. Peningkatan pemahaman ini diharapkan dapat mengeliminasi eksploitasi tenaga kerja bidang usaha perikanan dan melindungi tenaga kerja bidang perikanan (asuransi ABK).
Upaya peningkatan pemahaman ini juga bertujuan untuk memberikan kepastian hukum, baik bagi pengusaha maupun ABK, dalam bentuk Perjanjian Kerja Laut (PKL). Selain itu, upaya ini juga diharapkan dapat meningkatkan nilai tawar harga produk ekspor perikanan.
Zulficar mengatakan, pada tahun ini KKP menargetkan penilaian terhadap 90 perusahaan perikanan di tiga lokasi yaitu Ambon, Kendari, dan Sibolga. Selain itu, tahun ini KKP juga melaksanakan pelatihan HAM Perikanan kepada 180 orang perwakilan perusahaan perikanan di lima titik yaitu Jakarta, Banyuwangi, Bitung, Tegal, dan Makassar.
"Hingga Agustus, sebanyak 120 orang perwakilan perusahaan telah dilatih agar bisa mengimplementasikan prinsip-prinsip HAM Perikanan dalam menjalankan aktifitas bisnisnya di sektor perikanan," ungkap Zulficar, seperti diungkapkan dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Selasa (20/8).
Yang dilibatkan dalam kegiatan ini bukan hanya perorangan atau perusahaan yang bergerak di bidang penangkapan ikan saja. Perusahaan yang bergerak di bidang unit pengolahan ikan (UPI) juga turut dilibatkan dalam pelatihan. Nantinya, para peserta yang telah dilatih akan menjadi inisiator dan penanggungjawab dalam implementasi HAM Perikanan di perusahaan masing-masing.
Lebih lanjut, KPP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap juga mendorong seluruh pelabuhan perikanan untuk bekerjasama dengan penyedia asuransi untuk memudahkan akses asuransi. Hingga akhir 2019, ditargetkan ada layanan penyedia asuransi bagi awak kapal perikanan yang tersedia di 22 unit pelaksana teknis (UPT) pelabuhan pusat.
Zulficar mengungkapkan bahwa jumlah awak kapal yang telah diasuransikan di PPS Bitung telah mencapai 9.860 orang. Sedangkan data per 16 Agustus 2019 menunjukkan bahwa jumlah awak kapal yang sudah diasuransikan secara mandiri oleh pemilik kapal di seluruh Indonesia mencapai 72.840 orang di 31 pelabuhan perikanan.
"Dengan adanya sosialisasi dan keterlibatan BPJS Ketenagakerjaan, saya percaya angka ini dapat terus meningkat," ungkap Zulficar.
Selain itu, seluruh pelabuhan UPT Pusat juga akan menerapkan dan mempersyaratkan Perjanjian Kerja Laut (PKL) sebagai persyaratan dalam penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB). Implementasi PKL telah mencapai 22.351 orang di 14 pelabuhan perikanan. Implementasi PKL, lanjut Zulficar, berfungsi untuk memastikan terpenuhinya kerja, kondisi kerja, upah, jaminan kesehatan, jaminan asuransi kecelakaan, musibah, kematian, jaminan hukum, serta jaminan keamanan bagi awak kapal perikanan.
Zulficar mengatakan, PKL dan asuransi bagi awak kapal perikanan merupakan bentuk nyata perlindungan kepada pekerja di kapal penangkap ikan. Ini juga merupakan salah satu upaya dalam penerapan prinsip-prinsip HAM pada usaha perikanan tangkap.
"Harapannya, perusahaan perikanan di Indonesia dapat memahami prinsip HAM perikanan dan mengasuransikan para awak kapal perikanan demi terwujudnya hak dasar awak kapal perikanan dalam mendapatkan perlindungan saat bekerja diatas kapal," jelas Zulficar.