Senin 19 Aug 2019 01:57 WIB

BPPT Optimistis Hujan Buatan Masih Bisa Terjadi

Saat ini masih ada awan sehingga peluang terjadi hujan buatan sangat besar.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Teguh Firmansyah
Teknologi Hujan Buatan Atasi Polusi Jakarta. Sejumlah gedung bertingkat terlihat samar karena polusi udara di Jakarta, Selasa (3/7).
Foto: Fakhri Hermansyah
Teknologi Hujan Buatan Atasi Polusi Jakarta. Sejumlah gedung bertingkat terlihat samar karena polusi udara di Jakarta, Selasa (3/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) optimistis teknologi modifikasi cuaca (TMC) masih dapat dimanfaatkan untuk membuat hujan buatan di musim kemarau.

Terlebih menurut Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) Tri Handoko Seto, saat ini masih ada awan sehingga peluang terjadi hujan buatan lagi sangat besar.

Baca Juga

“Pada musim kemarau umumnya masih ada awan meskipun tidak setiap hari dan  merata di seluruh Indonesia. Namun bagi kami, kondisi tersebut tetap merupakan peluang untuk operasi TMC agar dapat menurunkan hujan untuk mengatasi masalah karhutla maupun kekeringan yang saat ini terjadi,” kata Seto melalui pesan tertulis, Ahad (18/8).

Tri menjelaskan, ketika musim kemarau awan biasanya tumbuh secara sporadis, baik temporal maupun perlokasi. Untuk itu, perlu disiagakan beberapa posko di titik-titik strategis untuk percepatan penyemaian awan.

“Dengan memperhatikan sifat pertumbuhan awan di musim kemarau saat ini,  maka TMC harus disiagakan di beberapa titik dengan dukungan armada pesawat berdaya jangkau luas,” ujar dia.

Seto menyampaikan, awan biasanya tumbuh akibat gangguan atmosfir berupa gelombang atmosfir, seperti fenomena MJO (Madden-Julian Oscillation), Kelvin wave, dan lain-lain. Jadi kurang tepat bicara bulan sekian sampai bulan sekian tidak ada awan, dan baru akan ada awan setalah bulan Oktober. "Karena definisi musim kemarau menurut BMKG bukan berarti tidak ada hujan melainkan curah hujan di bawah 150 mm dalam sebulan,” jelas dia.

Seto mencontohkan, penanganan di karhutla di Riau yang masih berjalan hingga saat ini. BBTMC BPPT telah membangun satu posko di Pekanbaru dengan dilengkapi pesawat CASA 212 yang memiliki daya jangkau hanya wilayah-wilayah di Provinsi Riau. Memasuki minggu kedua Agustus pertumbuhan awan di Riau cukup baik. Data laporan TMC di Riau pada 13 hingga 16 Agustus 2019,  mampu menjatuhkan air hujan hingga capai 47,7 juta M3.

Sementara untuk penanggulangan karhutla, kata Seto, perlu disiapkan satu posko di Sumatera dan  satu posko di Kalimantan. Lalu penanggulangan kekeringan, lanjut dia, perlu disiagakan satu posko utama di Halim Perdanakusuma dan posko tambahan di Jawa Timur serta Nusa Tenggara.

“Armada pesawat untuk keperluan TMC selama musim kemarau ini, diperlukan sekelas CN-295 yang memiliki daya jangkau luas. Pesawat sejenis ini akan sangat penting untuk bisa sewaktu-waktu memburu awan yang tumbuh,” ujar dia.

Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan, perlu ada upaya masif untuk meminimalisir kekeringan dan karhutla ketika memasuki musim kemarau. Selain itu, Hammam juga mengingatkan perlunya  tambahan armada pesawat  untuk pelaksanaan TMC di Indonesia agar bencana hidrometeorologi terutama kekeringan dan karhutla bisa diantisipasi lebih awal.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement