Senin 19 Aug 2019 00:04 WIB

Kapolda Metro: Waspadai Penyebaran Radikalisme di Kampus

Penyebaran radikalisme dapat menyebar kepada mahasiswa baru di berbagai universitas.

Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot Eddy Pramono.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot Eddy Pramono.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Gatot Eddy Pramono mengatakan, perlu kewaspadaan terhadap penyebaran radikalisme yang dapat menyasar masyarakat terutama para mahasiswa baru di berbagai universitas. Hal itu diutarakan Gatot saat memberikan kuliah umum di Universitas Trisakti, Jakarta, Ahad (18/8).

"Mereka baru lulus, jadi anak-anak ini yang mencari jati diri dapat dipengaruhi oleh siapa pun," kata Gatot.

Peran mahasiswa, kata dia, cukup besar dalam merawat keberagaman karena tantangan bangsa Indonesia ke depan yang paling besar adalah masalah intoleransi, radikalisme, terorisme dan dikaitkan dengan media sosial. Jika masyarakat khususnya mahasiswa tidak bisa mengelola media sosial dengan baik maka paham-paham tersebut masuk dan kemudian generasi muda terpengaruh.

"Keberagaman kita yang ada ini bisa terganggu, oleh karena itu tadi saya mengimbau ayo terus kita semaikan toleransi, keberagaman, jaga persatuan dan kesatuan bangsa ini," katanya.

Ia menjelaskan, jika masyarakat mulai mengangkat perbedaan yang ada maka itulah cikal bakal hancurnya bangsa Indonesia. Namun, apabila mengangkat kebersamaan dalam perbedaan sekalipun esok kiamat Indonesia akan tetap ada.

"Besok bumi ini kiamat, H-1 bangsa Indonesia akan tetap ada. Itu yang kita sampaikan pada generasi muda karena mereka calon pemimpin bangsa ini," ujar dia.

Kebhinnekaan yang dimiliki bangsa Indonesia mulai dari suku, agama, budaya, bahasa dan sebagainya rentan dirusak oleh pihak yang tidak senang dengan Ibu Pertiwi. Ancaman tersebut bersumber dari dua faktor yaitu internal dan eksternal. Dari luar negeri ancaman bisa saja datang dari negara-negara lain. Hal itu terjadi karena ketidaksenangan kepada Indonesia.

"Jika Indonesia menjadi negara besar apakah negara lain senang? Tentu saja tidak," kata Kapolda kelahiran Solok, Sumatra Barat tersebut.

Beragam cara yang dilakukan mereka mulai dari soft dan perlahan hingga invasi militer secara terang-terangan. Awalnya, musuh dari luar mencoba mencari persoalan besar yang dihadapi bangsa yang akan dijajah.

Misalnya, terdapat persoalan agama, suku, etnis dan sebagainya maka mereka akan mencoba mengangkat konflik di media sosial. Jika cara ini tidak berhasil maka selanjutnya mereka melaksanakan invasi militer.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement