Jumat 16 Aug 2019 21:34 WIB

Jokowi Mau Ibu Kota Pindah, Sri Mulyani: Belum Dianggarkan

Sri Mulyani mengungkapkan alasan mengapa pemindahan ibu kota belum masuk RAPBN

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Hasanul Rizqa
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan pers, Jumat (24/5/2019).
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan pers, Jumat (24/5/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo dalam pidatonya pada sidang bersama di Kompleks Parlemen, Jakarta, hari ini meminta izin kepada seluruh masyarakat Tanah Air untuk memindahkan ibu kota Indonesia ke suatu daerah di Pulau Kalimantan.

Menurut Kepala Negara, pemindahan ibu kota RI dilakukan demi visi Indonesia Maju yang dicanangkan pemerintah. Demikian pula, rencana ini dinilai akan ikut mendorong pemerataan ekonomi ke kawasan Indonesia timur.

Baca Juga

"Pada kesempatan yang bersejarah ini, dengan memohon ridho Allah swt. saya mohon izin untuk memindahkan ibu kota negara kita ke Pulau Kalimantan," kata Presiden Jokowi, Jumat (16/8).

Terpisah, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pada tahun depan pemindahan ibu kota belum dianggarkan dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN).

Sri menuturkan, pembangunan ibu kota baru sengaja belum dimasukkan ke dalam alokasi anggaran tahun 2020 lantaran perencanaan pemindahan ibu kota itu belum rampung.

"Memang, kami tidak memasukkan di dalam RAPBN 2020 karena seperti dilihat prosesnya masih perencanaan," kata Menkeu Sri dalam konferensi pers RAPBN 2020 di Jakarta, Jumat (16/8).

Ia menyatakan, besaran anggaran ibu kota akan sangat bergantung pada desain yang nantinya disahkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, lanjut Sri, untuk tahap awal pemindahan ibu kota anggaran yang dibutuhkan tidak akan terlalu besar. 

 

Investasi dari Swasta

Sementara itu, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro menambahkan, pemerintah tidak menekankan seberapa besar anggaran yang dikeluarkan untuk pemindahan ibu kota.

Namun, pihaknya lebih berfokus pada seberapa besar investasi yang bisa diperoleh dari sektor swasta untuk menutupi kebutuhan dana.

Bambang menyebut, pembangunan ibu kota pada tahap pertama akan dibangun di atas tanah seluas 40 ribu hektare dengan target kapasitas 1,5 juta orang.

"Jadi yang lebih tepat adalah kebutuhan investasi untuk pembangunan pusat pemerintahan di kalimantan. Kebutuhan total investasinya sekitar Rp 485 triliun," kata Bambang dalam kesempatan yang sama, Jumat (16/8).

Mantan menteri keuangan itu menuturkan, dalam kurun lima tahun ke depan, total kebutuhan investasi diperkirakan sekitar Rp 500 triliun.

Adapun perkiraan anggaran APBN yang akan disedot untuk proses pemindahan dan pembangunan ibu kota sekitar Rp 93 triliun. Namun, lanjut dia, alokasi sekitar Rp 93 triliun itu tidak akan bersumber dari penerimaan murni pajak maupun nonpajak.

photo
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato penyampaian RUU tentang APBN TA 2020 disertai nota Keuangan dan dokumen pendukungnya dalam rapat Paripurna DPR pembukaan masa sidang tahun 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2019).

Pembiayaan ibu kota baru dari anggaran pemerintah akan diambil dari hasil kerja sama pengelolaan pemanfaatan aset baik di wilayah ibu kota baru maupun di sekitar kawasan Jabodetabek. Dengan kata lain, ujar Bambang, pemerintah akan meminimalisasi penggunaan APBN maupun prioritas anggaran yang sudah dituangkan dalam RPJMN 2020-2024.

Tahun depan, kata Bambang, pemerintah masih melakukan persiapan dan pematangan masterplan ibu kota baru. Pembangunan fisik ditargetkan akan dimulai pada 2021 mendatang. Dua tahun mendatang, sebut Bambang, kebutuhan investasi akan signifikan karena fisik ibu kota akan mulai digarap.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement