Sabtu 17 Aug 2019 15:30 WIB

Membuat Kerajinan Tempurung Kelapa di Kala Senggang

Nana Suryana buruh bangunan yang saat senggang membuat kerajinan dari batok kelapa.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Yudha Manggala P Putra
Kerajinan batok kelapa di Desa Cipatujah, Kecamatan Cipatujah,  Kabupaten Tasikmalaya, Kamis (15/8).
Foto: Republika/Bayu Adji P
Kerajinan batok kelapa di Desa Cipatujah, Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Kamis (15/8).

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Nana Suryana telihat santai duduk di bangku kayu panjang depan rumahnya ketika Republika berkunjung, Kamis (15/8). Tak ada aktivitas penting yang dilakukannya siang itu, hanya sesekali ia berbicara dengan istrinya yang menjaga warung kantin Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Cipatujah sekaligus Komando Rayon Militer (Koramil) 1225 Cipatujah, Desa Cipatujah, Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya.

Rumah tempat tinggal Nana memang berdiri di tanah desa, yang membatasi SMP dengan Koramil. Ia menempati tanah itu dengan hak guna usaha (HGU) untuk berjualan sekaligus sebagai tempat tinggal.

Sehari-harinya, lelaki kelahiran Tasikmalaya 1958 itu bekerja sebagai buruh bangunan. Namun, di kala senggangnya ia juga membuat sebuah kerajinan dari tempurung atau batok kelapa.

Di dalam rumahnya, terdapat beberapa kerajinan batok kelapa yang pernah dibuatnya. Beberapa di antaranya merupakan hiasan meja, sementara sisanya merupakan celengan berbentuk bundar dan boneka beruang. "Sebagian itu pesanan, tapi belum diambil sampai sekarang," kata dia.

Kerajinan itu dibuat dengan tangannya sendiri dari sisa-sisa kelapa yang jatuh di dekat pekarangan rumahnya. Daripada dibuang dan tak menjadi apa-apa, Nana berinisiatif untuk membuat buah tangan untuk mengisi waktu senggang.

Sejak duduk di bangku sekolah dasar (SD), lelaki yang memiliki dua anak itu memang suka membuat kerajinan. Ia bercerita, waktu masih SD gurunya pernah menyuruh membuat asbak kayu. Setelah dibuatkan satu, guru yang lainnya ikut memesan minta dibuatkan. "Sampai tua saya masih senang buat hobi itu," kata dia sambil tertawa.

Namun sekitar enam tahun ke belakang, Nana memfokuskan diri hanya membuat kerajinan dari batok kelapa. Kerajinan itu awalnya hanya dipajang di dalam rumahnya. Lantaran rumahnya satu halaman dengan Koramil, beberapa anggota TNI yang melihat ikut memesan minta dibuatkan. Lama-kelamaan, mulai banyak pesanan kerajinan yang diterimanya.

Karena itu, setiap ada waktu senggang di sela-sela pekerjaannya sebagai buruh bangunan, ia menyempatkan membuat kerajinan pesanan orang. Dalam satu bulan, Nana bisa mendapat antara lima hingga tujuh pesanan. Meski begitu, ia menganggap proses kreatif itu hanya untuk mengisi waktu luang, bukan sebagai sumber penghasilan.

"Sebelum bosan mah terus buat, kalau bosan ya gak dikerjakan. Sekarang banyak bahan baku, tapi tak saya kerjakan. Soalnya kalau kebanyakan jenuh juga," kata dia.

Ia menjelaskan, proses pembuatan kerajinan itu dilakukan dengan peralatan seadanya, macam pisau, gergaji besi, amplas, sikat gigi, lem korea, dan vernis. Prosesnya pun terbilang sederhana. Nana awalnya hanya mencari batok kelapa di sekitar rumahnya. Setelah terkumpul, ia memotong batok itu sesuai dengan bentuk yang akan dibuat, menggunakan pisau dan gergaji besi sesuai bentuk yang akan dibuat.

Setelah bagian-bagian batok terpotong, ia harus mengamplas bagian luar tempurung agar rata. Selanjutnya, dengan menggunakan sikat gigi, Nana membersihkan serbuk bekas potongan pada bagian dalam batok. Untuk memyambungnya, digunakan lem korea yang telah dicampur dengan serbuk bekas potongan agar rekatannya semakin kuat.

Menurut dia, kerajinan yang banyak dipesan di antaranya hiasan meja berbentuk pohon, burung, atau bentuk satwa lainnya, satu set teko dengan gelasnya, serta celengan untuk anak-anak. "Semua saya buat menggunakan bahan dari batok kelapa. Alasnya baru menggunakan kayu," kata dia.

Kerajinan batok itu dijual dengan harga yang bervariatif, tergantung tingkat kesulitan dan lama pengerjaannya. Jika satu hari kerja sebagai buruh bangunan biasa diupahi Rp 50 ribu, pembuatan kerajinan batok pun dihargai dengan patokan itu. Namun, biasanya ia menjual kerajinannya dengan kisaran harga Rp 10 ribu hingga Rp 350 ribu.

Ia menyebutkan, kerajinan yang paling susah itu biasanya hiasa meja dengan bentuk hewan. Namun, kesulitan itu juga tergantung dari motif pesanannya. Ia mencontohkan, dirinya pernah membuat hiasan meja berbentuk burung elang dengan tinggi sekitar 80 centimeter. Kerajinan itu dia buat dalam waktu sekitar empat hari dan dihargai Rp 350 ribu oleh orang di sekitaran rumahnya.

Menurut dia, kerajinannya itu memang tak dipasarkan secara langsung. Yang membeli, kata dia, hanya orang-orang yang kenal dengan dirinya. Karena itu, ia juga mengerjakannya hanya sesekali ketika ada pesanan.

Nana mengaku, setahun lalu petugas dari desa pernah datang ke rumahnya mengajak ikut pameran kerajinan. Namun, hingga kini ajakan itu belum terealisasi.

Tak hanya itu, Pemerintah Desa Cipatujah juga pernah menawari agar usahanya dibantu oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Namun, lagi-lagi tawaran itu tak ada tindak lanjutnya.

Nana berujar, dirinya memang belum sanggup untuk menjadikan kerajinan itu sebagai usaha. Pasalnya, selama ini ia harus mengerjakan kerajinan itu seorang diri. Tak ada anak-anaknya yang memiki hobi sama, membuat kerajinan dari batok kelapa.

"Saya mah seriusin mau. Kalau bilang sanggup, tapi hanya sendiri, itu kan beban buat saya. Kalau pesanan banyak tapi malah mengecewakan," kata dia.

Karena itu, ia berharap, Pemerintah Desa Cipatujah mau membuatkan kelompok usaha perajin batok kelapa. Dengan begitu, usaha kerajinan batok kelapa bisa berkembang dan ia juga tak harus bekerja sendiri.

"Di sini saya juga kurang tahu perajin batok ada atau tidak. Tapi kalau bahan baku batok kelapa mah banyak soalnya banyak pohon kelapa juga," kata lelaki yang tak sampai lulus SMP itu.

Sekretaris Desa Cipatujah, Wawan Wardian mengatakan, pihaknya memang berencana menggali potensi yang ada di Desa Cipatujah. Terkait potensi perajin batok, menurut dia, selama ini di perajin hanya menganggap itu sebagai hobi untuk mengisi waktu luang.

"Kalau memang siap untuk produksi, kita akan bantu. Nanti kita mendatanginya. Jadi bisa dibentuk semacam kelompok perajin kecil untuk bisa mengelola bahan baku yang ada menjadi produk kerajinan," kata dia.

Jika perajin setuju untuk serius produksi, pihak desa dapat pelatihan kerajinan dengan berkoordinasi dengan dinas terkait. Dengan begitu, warga lainnya bisa belajar dan menciptakan perajin batok kelapa yang baru.

Ia menegaskan, BUMDes juga siap memberikan bantuan jika produksinya telah banyak. Nantinya, produk yang sudah dibuat dapat ditampung dan dipasarkan oleh BUMDes melalui media sosial.

Ia mengatakan, bahan baku batok kelapa sangat melimpah di Desa Cipatujah. Namun, selama ini kendala untuk mengembangkan potensi kerajinan itu adalah masih minimnya perajin. Selain itu BUMDes juga kerap kesulitan dalam melakukan pemasaran produk itu.

"Kita semua ya berharap agar warga bisa maju dan tingkat ekonominya meningkat. Kalau sudah ada pasar tetap, kita bisa buat kelompok perajin baru lagi," kata dia.

Ia mencontohkan, BMUDes Cipatujah juga pernah usaha kerajinan anyaman bambu milik salah seorang warga Desa Cipatujah. Produk kerajinan yang dihasilkan di antaranya kursi, kerajinan tangan, gapura, dan masih banyak lagi.

"Alhamdulillah dia bisa terus produksi sekarang. Itu cukup berhasil," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement