Jumat 16 Aug 2019 19:39 WIB

Gerakan Pimpinan Mahfud akan Hadapi Radikalisme di Indonesia

Gerakan Suluh Kebangsaaan siapkan skenario hadapi radikalisme lewat diskusi

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ketua Umum Gerakan Suluh Kebangsaan Mahfud MD (kedua kanan) bersama sejumlah tokoh bangsa memberikan ketengan pers tentang kasus hoax dan politik identitas dalam Pemilu 2019, di Jakarta, Jumat (16/8/2019).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Ketua Umum Gerakan Suluh Kebangsaan Mahfud MD (kedua kanan) bersama sejumlah tokoh bangsa memberikan ketengan pers tentang kasus hoax dan politik identitas dalam Pemilu 2019, di Jakarta, Jumat (16/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerakan Suluh Kebangsaan membuat perencanaan skenario ke depan untuk menghadapi radikalisme di Indonesia melalui diskusi kelompok terpumpun. Dengan adanya skenario itu, maka diharapkan dapat mengimbangi paham radikalisme yang semakin menyebar di tengah masyarakat.

"FGD diikuti tidak lebih dari 15 orang, pakar di bidangnya masing-masing. Pakar di bidangnya masing-masing untuk membuat skenario planning dalam rangka menghadapi radikalisme," ujar Ketua Umum Gerakan Suluh Kebangsaan, Mahfud MD, di Jakarta Selatan, Jumat (16/8).

Baca Juga

Mahfud mengatakan, radikalisme merupakan suatu gerakan yang ingin mengganti sistem dan ideologi yang sudah mapan dan disepakati bersama dengan cara-cara yang tidak demokratis. Gerakan Suluh Kebangsaan menolak perubahan dengan cara seperti itu.

"Apakah kita antiperubahan? Tidak. Kita sadar perubahan itu harus dilakukan. Tapi perubahan kita adalah perubahan gradual. Sistem sudah mantap diperbaiki, berdasar sistem itu, yaitu sistem negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila," tutur Mahfud.

Perencanaan skenario melalui diskusi kelompok terpumpun ini juga dilakukan atas dasar melihat kondisi bangsa saat ini. Kondisi yang telah terbelah akibat pengalaman politik beberapa waktu lalu. Kondisi itu, kata dia, membuat seakan-akan sesama anak bangsa sebagai musuh hanya karena perbedaan cara pandang.

"Tentang agama, pilihan politik, lalu dianggap yang satu musuh yang harus disingkirkan. Nah itu sangat berbahaya dan pupuk untuk menyuburkan pandangan radikal seperti itu sekarang sudah banyak," jelasnya.

Mahfud mengaku sudah melihat adanya pesantren yang baru muncul dan tiba-tiba banyak pengikutnya, di antaranya ia sebut ada di Yogyakarta dan Magelang. Pesantren itu pun kemudian ia sebut sangat ekslusif orang lain tidak boleh masuk. Hal yang diajarkan pun ia sebut berbeda dengan yang sudah ada.

"Tidak boleh orang hormat bendera, menganggap burung garuda yang dibuat dari kayu itu patung yang dulu harus diperintahkan untuk dimusnahkan," jelasnya.

Menurut mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu mengatakan, suburnya paham radikal di tengah masyarakat disebabkan oleh orang-orang yang baru belajar agama atau yang belajar agama setengah-setengah. Tak sedikit pula mereka yang baru belajar itu, dan belum menafsirkannya dengan baik, marah kepada orang yang sudah toleran dan inklusif.

"Padahal ini yang dihadapi orang-orang yang sudah lebih 50 tahun belajar agama yang disalah-salahkan, dikafir-kafirkan," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement