JAKARTA, AYOBANDUNG.COM -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Doni Monardo bersama Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menyerahkan alat pendeteksi dini besaran guncangan gempa bumi kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pandeglang. Alat deteksi dini gempa bumi tersebut diterima Bupati Pandeglang, Irna Narulita di sela kegiatan simulasi evakuasi tsunami yang merupakan rangkaian dari Ekspedisi Desa Tangguh Bencana (Destana) Tsunami 2019 di Shelter Tsunami, Labuan, Pandeglang, Banten, Rabu (15/8).
Dalam keterangan tertulis dari BNPB menyebutkan alat bernama 'intensity meter' itu akan bekerja memberi sinyal sekurang-kurangnya 13 detik sebelum gempa terjadi. Sinyal gempa akan diterima oleh BMKG pusat dan kemudian akan diteruskan ke masing-masing BPBD yang telah memiliki alat tersebut.
Setelah data rekaman diterima, maka kewenangan kemudian diserahkan sepenuhnya kepada pihak BPBD untuk mengambil tindakan dan kebijakan yang dianggap perlu sebagai reaksi cepat tanggap darurat bencana kepada masyarakat. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati meminta agar alat pendeteksi gempabumi hibah dari Jepang itu selalu dijaga dan dirawat agar bisa berfungsi sesuai dengan tujuan dan manfaatnya. Selain itu, Dwikorita berpesan kepada semua pihak untuk tidak merusak alat-alat pendeteksi dan pengirim sinyal yang ada di lapangan agar dapat berfungsi dengan baik.
"Ingat. Saya mohon dengan sangat agar beberapa alat pendeteksi dini yang sudah kita pasang jangan dirusak, apalagi diambil. Ini demi kemaslahatan bersama," tegas Dwikorita.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala BNPB juga mengingatkan bahwa bencana alam bisa berulang. Selain pentingnya jenis alat Early Warning System (EWS) itu, hal lain yang harus dimiliki dalam menghadapi ancaman risiko bencana adalah peningkatan kapasitas manusia. Tanpa ada pengetahuan masyarakat tentang bencana dan mitigasnya, maka alat pendeteksi itu akan sia-sia.
"Selain alat ini (intensity meter), kapasitas masyarakat harus ditingkatkan. Karena nantinya jangan sampai menjadi sia-sia, ketika ada sirine gempa atau tsunami tapi masyarakatnya tidak tahu harus berbuat apa saat peristiwa alam itu terjadi. Jadi harus seimbang", kata Doni.
Dalam kesempatan yang sama, Doni mengapresiasi hasil evaluasi dari simulasi bencana gempa bumi dan tsunami yang diikuti puluhan warga dan anggota Pramuka dari MTs Negeri 2 Pandeglang serta unsur terkait lainnya di tempat evakuasi (shelter) Labuan. Dalam simulasi itu, seluruh peserta mampu mencapai titik lokasi evakuasi yang berada di lantai atas shelter kurang dari 10 menit. Terlebih ketika pesertanya lebih banyak dari kaum wanita dan anak-anak. Artinya mereka simulasi itu dinyatakan sesuai standar dan prosedur tentang penguatan kapasitas.
"Luat biasa. Evaluasi (simulasi bencana gempa dan tsunami) sudah bagus. Meski saya lihat lebih banyak ibu-ibu dan anak-anak, tapi semuanya bisa memakan waktu kurang dari sepuluh menit sampai ke titik kumpul. Capek ya, Bu? Tapi tetap semangat ya," kata Doni yang disambut tawa dan tepuk tangan peserta.
Kepala BNPB juga menekankan bahwa simulasi seperti yang baru saja dilakukan itu sangat penting. Karena wilayah Labuan termasuk dalam zona rawan gempa dan tsunami. Doni juga meminta bahwa kegiatan simulasi ini agar sering dilakukan di shelter Labuan, yang mana akan menjadi markas BPBD setempat.
"Simulasi ini penting, karena wilayah ini dekat dengan pantai dan berada pada zona rawan gempa. Semoga hal ini bisa menjadi kegiatan rutin sehingga kita semua lebih tangguh menghadapi ancaman risiko bencana", tutup Doni.
Usai melakukan evaluasi simulasi dan serah terima alat pendeteksi guncangan gempabumi, Kepala BNPB dan Kepala BMKG melanjutkan kegiatan dengan memasang rambu rawan tsunami dan menanam mangrove sebagai sabuk pantai alami di Pantai Galau yang didampingi Bupati Pandeglang hingga kepala desa setempat.