Rabu 14 Aug 2019 04:18 WIB

Ikrar Putra Tokoh DI/TII-NII di Depan Wiranto

Sarjono Kartosuwiryo berikrar setia kepada NKRI.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Andri Saubani
Menko Polhukam Wiranto (kiri) menyaksikan anak pemimpin Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, Sarjono Kartosuwiryo (kedua kiri) mencium bendera merah putih dalam acara pengucapan ikrar setia kepada Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika di Jakarta, Selasa (13/08/2019).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Menko Polhukam Wiranto (kiri) menyaksikan anak pemimpin Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, Sarjono Kartosuwiryo (kedua kiri) mencium bendera merah putih dalam acara pengucapan ikrar setia kepada Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika di Jakarta, Selasa (13/08/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 14 orang yang berasal dari keluarga besar Harokah Islam, eks-Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII)-Negara Islam Indonesia (NII) berikrar kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Mereka berikrar di hadapan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto.

Proses pembacaan ikrar berlangsung selama kurang lebih 40 menit. Ikrar dibacakan oleh empat orang yang menjadi perwakilan dari kelompok tersebut. Salah satu di antaranya adalah anak dari tokoh utama DI/TII-NII yaitu, Sarjono Kartosoewirjo.

Setelah ikrar dibacakan, Wiranto memberi sambutan. Kemudian, pembacaan doa dilakukan. Berikutnya, satu per satu dari mereka yang berikrar mencium bendera merah putih dan bresalaman serta berpelukan dengan Wiranto.

"Hari ini mereka berikrar, sadar mengajak para pendukungnya, simpatisannya, para keturunannya untuk bersama-bersama berikrar bahwa satu-satunya ideologi di negeri ini adalah Pancasila. Itu luar biasa dan mengakui keberadaan NKRI sebagai wadah negara kesatuan Republik Indonesia," ujar Wiranto usai kegiatan itu dilaksanakan di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (13/8).

Pada pidatonya saat proses pembacaan ikrar berlangsung, Wiranto menceritakan sedikit tentang perlawanan DI/TII pada masa awal kemerdekaan, yakni sejak 1949 hingga 1962. Ia mengatakan, organisasi tersebut memang sudah tak berfungsi pasca 1962, tapi ia memahami, ideologi yang berjalan beriringan dengannya tetap berjalan.

"Seperti biasa, organisasi sudah habis dan tak berfungsi, tapi ideologi tetap berjalan. Ideologi itu yang menentang Pancasila dan berkembang ke pendukung-pendukungnya. Itulah embrio gerakan radikal dan terorisme di Indonesia," jelasnya.

Dengan dilangsungkannya pembacaan ikrar ini, Wiranto bersyukur karena mereka telah sadar persatuan itu penting bagi keberlangsungan bangsa dan negara. Ia pun berharap, kesadaran semacam itu tidak hanya berlaku bagi kelompok itu saja.

"Tapi menyebar dan dapat diikuti oleh teman-teman lain yang masih menduakan ideologi Pancasila, yang masih memiliki keinginan untuk mengubah Pancasila. Mudah-mudahan momen ini menjadi contoh yang baik untuk teman-teman yang belum sadar," ungkap dia.

Sarjono mengatakan, ia dan kawan-kawan baru menyatakan ikrar saat ini karena baru mendapatkan apa yang dibutuhkan selama ini. Menurut dia, untuk melakukan ikrar setia kepada NKRI ini diperlukan dukungan dari seluruh pihak yang ada di negara.

"Dari pemerintah, Menko Polhukam, dari kawan-kawan yang mengelilinginya. Kita harus mendapat dukungan dulu. Kalau dari saya seorang diri, ngapain?" ujarnya.

Ia juga mengaku tidak merasa berkhianat terhadap apa yang dulu dilakukan oleh ayahnya dengan membaca ikrar tersebut. Perjuangan, kata dia, berubah-ubah setiap saat. Senjata yang dulu digunakan, kini sudah tidak ada lagi.

"Setiap saat berubah-ubah perjuangan itu. Dulu berjuang itu pakai senjata, sekarang senjatanya nggak ada. Mau berjuang pakai apa?" kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement