Selasa 13 Aug 2019 07:37 WIB

Krisis Air Bersih Meluas

Distribusi air menurun, warga terpaksa beli air bersih.

Sejumlah anak memanfaatkan areal persawahan yang terdampak kekeringan untuk bermain bola.
Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Sejumlah anak memanfaatkan areal persawahan yang terdampak kekeringan untuk bermain bola.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG ARO -- Krisis air bersih akibat kemarau panjang kian meluas di sejumlah daerah. Dua kecamatan di Kabupaten Solok Selatan, Sumatra Barat (Sumbar), mulai mengalami krisis air bersih. Polres Solok Selatan turut mengirimkan bantuan air ke Kecamatan Sangir Balai Janggo dan Sangir Jujuan untuk kebutuhan warga.

Kepala Jorong Sungai Takuak di Sangir Balai Janggo, Masri Kaini, mengatakan, sudah dua bulan terakhir daerahnya mengalami kekeringan air bersih. Beberapa sumber dari air sumur hanya cukup untuk keperluan memasak. Masri menyebut bantuan air bersih dari Polres Solok Selatan langsung diserbu warga.

Distribusi air bersih PDAM Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatra Selatan (Sumsel), juga menurun selama musim kemarau. Penurunan distribusi air disebabkan Sungai Ogan yang nyaris kering sejak beberapa bulan terakhir.

"Selama kemarau tahun ini terjadi penurunan distribusi air bersih pelanggan," kata Ditektur PDAM Ogan Komering Ulu (OKU), Abi Kusno, Senin.

Abi mengatakan, distribusi air bersih yang disalurkan ke pipa pelanggan selama musim kemarau mengalami penurunan, yaitu hanya sekitar 600 ribu kubik/bulan. "Padahal, sebelumnya distribusi air bersih dapat mencapai 700 ribu kubik/bulan," kata Abi.

Menurut Abi, penurunan distribusi air bersih ini dampak dari turunnya debit air baku Sungai Ogan yang berimbas pada berkurangnya pasokan air ke pipa pelanggan. "Kalau pendangkalan sungai makin parah, air baku di Sungai Ogan akan dialihkan ke bendungan," ujar Abi.

Hanya, kata Abi, meskipun kemarau pihaknya belum menerapkan pembendungan tersebut mengingat debit air sungai masih dapat disetop untuk diolah menjadi air bersih. "Sejauh ini kami belum menerapkan pembendungan karena debit air sungai masih mampu disedot untuk diolah menjadi air bersih," ujar Abi.

Warga Desa Batu Limau, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, juga kesulitan mendapatkan air bersih selama satu bulan terakhir. "Sumur di rumah pada kering untuk mandi saja susah, apalagi buat minum dan sebagainya," kata Yusuf, Ahad lalu.

Yusuf mengungkapkan, warga terpaksa membeli air bersih kepada pedagang air keliling untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pembelian air per tangki sekitar Rp 10 ribu sampai Rp 15 ribu. Satu tangki tahan untuk dua sampai tiga hari. "Bergantung pada pemakaian, yang jelas harus hemat air selama musim kemarau ini," kata Yusuf.

Warga lainnya, Rosman, mengaku, kondisi kekeringan seperti ini sangat jarang terjadi di daerahnya. Selama ini meski kemarau panjang, lanjut dia, sumur di rumah tidak pernah sampai kering total. "Kali ini memang parah. Sumur umum pun ikut kering total," ujar Rosman, Ahad.

Selain sumur pribadi, kata Rosman, penduduk Batu Limau sebenarnya juga sudah dialiri air bersih melalui pipa DAM yang bersumber dari sungai setempat. Namun, belakangan ini air pipa juga tidak lagi mengalir disebabkan kemarau panjang ditambah sejumlah pipa mengalami kerusakan.

Jual ternak

Peternak di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mulai menjual ternaknya untuk membeli air bersih. Suginem, warga di Dusun Jerukgulung, Desa Melikan, Kecamatan Rongkop, mengaku menjual ternak berupa kambing untuk membeli air bersih.

"Juni kemarin baru jual satu ekor kambing. Saya belikan air bersih satu tangki isinya 6.000 liter," kata Suginem, Senin.

Suginem mengaku, satu tangki air bersih harganya sebesar Rp 120 ribu bisa mencukupi kebutuhan selama tiga pekan. Air itu digunakan untuk tiga orang anggota keluarganya yang lain, yakni suami dan dua anak.

"Selain membeli air bersih, uang hasil penjualan ternak ini juga untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Seperti makan dan biaya keperluan anak-anaknya," kata Suginem.

Kepala Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Kabupaten Gunung Kidul Bambang Wisnu Broto mengatakan, bagi warga daerahnya, hewan ternak merupakan tabungan. "Hewan ternak itu tabungan bagi masyarakat. Mereka persiapan untuk tabungan biaya sekolah hingga membeli air saat kekeringan," kata Bambang, Senin.

Bambang mengakui, fenomena menjual hewan ternak saat kemarau biasa terjadi. Setelah dijual dan mencukupi kebutuhan, biasanya kembali membeli hewan yang berukuran kecil. "Diganti yang kecil, kemudian dibesarkan lagi. Itu luar biasa," ujar Bambang.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunung Kidul Edy Basuki menambahkan, setidaknya sudah ada 14 kecamatan dari 18 kecamatan di Gunung Kidul telah melaporkan warganya mengalami kekurangan air bersih pada musim kemarau tahun ini. Kecamatan yang terkena dampak krisis air dan sudah disalurkan air bersih, yakni Girisubo, Rongkop, Tepus, Paliyan, Panggang, Purwosari, Ngawen, dan Nglipar.

"Kecamatan tersebut sudah langganan kekeringan setiap musim kemarau," kata Edy, Senin. Saat ini, bantuan dropping air bersih terus dilakukan, baik oleh pemkab, swasta, maupun masing-masing pemerintah kecamatan yang mempunyai anggaran dan tangki. n febrian fachri/antara ed: nora azizah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement