Senin 12 Aug 2019 21:30 WIB

BSSN: Blackout PLN Gambaran Serangan Siber

Kejadian blackout mirip serangan siber karena melumpuhkan sistem elektronik

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Proses evakuasi penumpang MRT yang berhenti akibat listrik padam di antara jalur Stasiun MRT Bendungan Hilir-Istora, Jakarta Pusat, Ahad (4/8).
Foto: Dok Istimewa
Proses evakuasi penumpang MRT yang berhenti akibat listrik padam di antara jalur Stasiun MRT Bendungan Hilir-Istora, Jakarta Pusat, Ahad (4/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menegaskan pentingnya keamanan siber di Indonesia. Dia mencontohkan salah satu dampak serangan siber, seperti kondisi blackout PLN beberapa waktu lalu.

“Gambarannya, kalau suatu saat ada serangan siber, ada kejadian serupa (PLN yang) melumpuhkan sistem,” kata Kepala BSSN Hinsa Siburian dalam acara Kegiatan Diskusi Publik dan Simposium Nasional RUU tentang Keamanan dan Ketahanan Siber di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Senin (12/8).

Baca Juga

Hinsa menyebut sasaran serangan siber ada dua, pertama yang menargetkan perangkat keras dan lunak untuk melumpuhkan seluruh sistem elektronik. BSSN mewaspadai kejadian seperti blackout PLN itu. Kedua yakni sasaran non-fisik berupa informasi, mengubah opini, ideologi atau yang biasa disebut hoaks.

Terkait dengan blackout PLN beberapa waktu lalu, Hisna telah berkoordinasi dengan PLN merespon peristiwa itu untuk mengantisipasi kemungkinan adanya serangan siber di Indonesia. Berdasarkan hasil penyelidikan, peristiwa blackout PLN bukan serangan siber.

"Lebih teknis, itu urusan PLN sendiri. Kita belum temukan ada serangan siber, tapi berpengaruh ke semua, misalnya internet tak jalan," ujar Hinsa.

Pada tahun ini, dia mengatakan, BSSN mendapat anggaran untuk membangun national security operation center (pusat operasi kemanan nasional). Hinsa menjelaskan pusat operasi itu memungkinkan semua jaringan internet di Indonesia tersambung pada BSSN. Sistem tersebut dapat digunakan untuk memonitor jaringan di Indonesia. Dengan itu, jika ada kebocoran atau kerusakan fisik, dapat segera diatasi.

"Filosofinya menjaga infrastruktur kita. Ada beberapa kritikal infrastruktur yang ada di Indonesia, termasuk PLN," kata dia.

Dia meminta adanya saran dan masukan untuk membangun pondasi kemanan siber yang kokoh. BSSN mencoba merumuskan masukan dari semua instansi terkait. Dia menginginkan Indonesia bisa meningkatkan kapasitas, kapabilitas, dan inovasi keamanan siber. Namun perlu adanya kolaborasi yang solid dan kuat antara kementerian/lembaga.

"Makanya kita perlu kerangka hukum dengan adanya RUU KKS ini, lebih ke pada bagaimana mengatur hubungan tata kelola, koordinasi BSSN dengan lembaga terkait," ujar dia.

Hinsa mengatakan regulasi keamanan siber sangat urgensi karena sejumlah alasan, seperti, kemungkinan adanya ancaman siber, belum seragamnya tata kelola, belum berfungsinya keamanan siber, pemanfaatan keahlian siber belum maksimal.

"Maka kondisi yang kami harapkan dengan adanya RUU KKS ini ada hubungan tugas kemanan siber pada masing-masing instansi kementerian/lembaga lain," kata dia.

Hinsa mengatakan adanya kolaborasi antara pemerintah, akademisi, lembaga terkait kemandirian siber dapat mewujudkan kemanan siber kelas dunia. Membangun suatu sistem yang kuat, persentasenya yakni butuh 20 persen peralatan, 30 persen untuk SDM, dan 50 untuk persen sistem.

Di luar negeri, banyak pakar siber hebat dari Indonesia. BSSN tengah memikirkan ihwal bagaimana memanfaatkan dan menyinergikan sumber daya manusia itu untuk kemanan di Tanah Air. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement