Senin 12 Aug 2019 09:01 WIB

Wajib Halal Terancam Batal

Akankah proses sertifikasi halal dengan UU JPH tersebut dapat berjalan lancar?

Ilustrasi Makanan Halal
Foto: Foto : MgRol100
Ilustrasi Makanan Halal

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Yuny Erwanto, Ketua Pusat Unggulan Iptek Institute for Halal Industry & System UGM, Yogyakarta

UU JPH Nomor 33 Tahun 2014 sudah harus berlaku efektif pada Oktober 2019. Artinya, tinggal menghitung waktu yang tersisa untuk menyiapkan segala perangkat yang dibutuhkan. Namun, sampai saat ini belum juga muncul uji coba pendaftaran dan layanan.

Bahkan, lembaga pemeriksa halal yang dipersyaratkan, yaitu LPH, belum terbentuk di berbagai daerah. Pada sisi lain, LPPOM sebagai perintis sertifikasi halal di Indonesia menjadi satu-satunya lembaga yang masih melayani sertifikasi secara resmi.

Padahal, menurut UU JPH, semua proses sertifikasi akan melalui BPJPH sebagai amanat yang tertulis dalam UU JPH Pasal 6. Masa transisi dari LPPOM ke BPJPH sejak UU itu keluar pada 2014 sudah berjalan lima tahun. Namun, belum terjadi proses peralihannya.

Nah, akankah proses sertifikasi halal dengan UU JPH tersebut dapat berjalan lancar? Apakah penyebab utama lambatnya transisi? Mungkinkah masing-masing kelembagaan enggan berkoordinasi dengan nyaman dan lapang? Atau ada masalah lain yang mengganjal?

Sebenarnya, siapakah pemain utama yang dapat memuluskaan jalannya UU JPH? Tidak lain adalah BPJPH sebagai lembaga yang baru terbentuk serta LPH sebagai lembaga pemeriksa halal yang membantu BPJPH melakukan audit dan pemeriksaan.

Selain laboratorium yang terakreditasi, Komisi Fatwa MUI yang mengeluarkan keputusan halal, sementara MUI sebagai payung besarnya. Mereka menjadi kunci agar UU JPH berjalan dengan baik. Lantas, apa yang terjadi dan bagaimana solusinya?

BPJPH sesuai amanat UU Jaminan Produk Halal mempunyai kewenangan luas dalam sertifikasi halal. Beberapa kewenangan BPJPH adalah merumuskan serta menetapkan kebijakan JPH dan menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria JPH.

Kewenangan lainnya adalah menerbitkan dan mencabut sertifikat halal dan label halal pada produk, melakukan registrasi sertifikat halal pada produk luar negeri, melakukan akreditasi terhadap LPH, dan menjalin kerja sama dengan lembaga lain di luar negeri.

Karena itu, dapat dikatakan sertifikasi halal era baru ini memberikan kewenangan amanat luar biasa besarnya bagi BPJPH dalam pengelolaan sertifikasi halal. Ditambah lagi bila berdasarkan peraturan sebelumnya sertifikasi halal bersifat voluntary, setelah masa transisi atau tepatnya pada Oktober 2019 sertifikasi halal menjadi mandatory. Namun, mengapa kewenangan itu belum berjalan dengan baik?

Salah satu hal mendasar, kemampuan BPJPH dalam berkoordinasi dengan MUI sebagai lembaga utama yang selama ini memayungi sertifikasi halal belum berjalan mulus. Tugas utama BPJPH adalah segera menyinkronkan hubungan kelembagaan dengan MUI.

Peluncuran berpindahnya sertifikasi halal dari LPPOM MUI ke BPJPH tidak mempunyai makna ketika kelembagaan BPJPH dan organ pendukungnya seperti LPH, laboratorium halal, serta hubungan dengan Komisi Fatwa MUI maupun MUI belum terbentuk dan belum jelas. BPJPH harus mampu merangkul MUI secara yuridis maupun psikologis-sosiologis. Secara yuridis, BPJPH berperan utama dan sentral. Namun, peran itu tak dapat berjalan karena beberapa hal yang secara yuridis masih sangat bergantung pad alembaga lain, yaitu MUI.

Untuk itu, MUI dan BPJPH harus bersama-sama menjadi lembaga yang posisinya tegas berada di atas LPPOM. BPJPH dan MUI dapat menjadikan LPPOM sebagai LPH agar proses sertifikasi halal berjalan mulus sekaligus peran LPPOM tetap berjalan.

Kedua, pendekatan psikologis dan sosiologis. Seperti diketahui dan harus dipahami, lahirnya UU JPH melalui tarik ulur yang panjang antara Kemenag dan MUI yang diperankan LPPOM sebagai pemeran utama dan sudah berjalan lama.

Pendekatan psikologis sangat penting karena amanat UU tidak sekadar kepada BPJPH tetapi sekaligus MUI. Secara sosiologis, peran MUI sebagai payung umat sangat besar karena MUI berasal dari ormas-ormas Islam besar. Dengan demikian, tanggung jawab MUI bukan memayungi LPPOM melainkan memayungi seluruh umat dan bangsa Indonesia.

MUI sebagai lembaga fatwa yang independen harus mampu meletakkan diri tidak sebagai pelindung dan pelaksana tugas LPPOM dalam fatwa halal tetapi mempunyai kehormatan besar bahwa MUI menjadi pelindung umat dan bangsa. Karena itu, pekerjaan yang bersifat fatwa harus bersifat independen, tidak bisa dicampuri lembaga apa pun dan siapa pun karena fatwa halal semata-mata mendasarkan kepada pertanggungjawaban kepada Allah SWT.

photo
Makanan halal (ilustrasi)

MUI bersama BPJPH merupakan gawang utama dan kunci berjalannya UU JPH. Kita memang tidak boleh lupa sejarah panjang LPPOM MUI dan sejarah itu telah menjadi rintisaan panjang berlakunya sertifikasi serta lahirnya UU JPH.

Meski demikian, perlu disadari cita-cita besar LPPOM adalah menyadarkan masalah pentingnya halal dan melakukan perlindungan hukum sertifikasi halal yang belum terkelola dengan jelas. Lahirnya UU JPH menjadi penerang dan perlu didukung bersama.

Masyarakat atau ormas yang telah berjuang terkait UU JPH akan kecewa ketika mengetahui UU JPH tidak dapat berjalan dan kemudian ada indikasi kembali kepada jaminan halal bersifat tidak wajib.

Status LPH bagi LPPOM

Keputusan MUI melepas dan menyapih LPPOM menjadi sangat krusial. Hal ini bisa dilanjutkan dengan pembicaraan bersama BPJPH secara mendasar dan memusyawarahkan bersama terkait bagaimana peran LPPOM ke depan.

Keputusan bersama antara MUI dan BPJPH untuk menjalankan laju wajib halal yang sudah di ambang waktu adalah meregister dan mengakui LPPOM sebagai LPH yang resmi dapat berjalan dan berfungsi.

Dengan lahirnya LPPOM sebagai LPH, alur proses sertifikasi halal wajib tahun 2019 diharapkan dapat berjalan. Keputusan tersebut sekaligus memberikan kesan bahwa mandatory sertifikasi halal dikelola bersama antara BPJPH dan MUI.

Beriringan dengan hal tersebut, LPH-LPH lain dipersilakan untuk berdiri. Hal tersebut sangat dibutuhkan agar proses sertifikasi lebih akuntabel dan diikuti banyak ormas atau LPH yang tersebar di seluruh nusantara.

Agar tidak terpecah LPH yang sudah ada dengan yang baru, BPJPH dan MUI dapat memainkan peran utama dalam mengelola seluruh LPH agar mau bekerja sama berdasarkan wilayah, bukan berdasarkan ormas atau sejarah lahirnya setiap LPH.

Lahirnya UU JPH semoga akan menjadi berkah bagi bangsa yang besar ini untuk memainkan peran berkembangnya halal life style yang telah menyebar ke seluruh dunia, baik negara yang mayoritas berpenduduk Muslim maupun yang tidak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement